California – Semakin berkembangnya teknologi Artificial Intelligence (AI) memungkinkan sebuah robot nantinya akan memiliki pemikiran setara dengan Manusia. Beberapa peneliti meramalkan jika suatu saat nanti robot bisa menentukan agama apa yang akan dianutnya.
Lincoln Cannon, Presiden Mormon Transhumanist Association, mengungkapkan jika di dalam ilmu komputer tidak ada hukum yang melarang pengembangan perangkat lunak untuk memiliki sentuhan keyakinan religius. Namun jika hal tersebut dilakukan, nantinya akan ada kritik dari kalangan sekuler dan anti-agama. “Tentu saja ada beberapa suara naif di antara pemeluk anti-agama yang akan membayangkan ketidaksesuaian antara mesin intelijen dan keyakinan agama,” ucapnya. (Jumat, 7/8/2015).
John Messerly menambahkan bahwa sebenarnya manusia bisa membuat robot mempercayai apapun. “Aku berasumsi kau bisa memprogram AI untuk ‘mempercayai’ hampir semua hal,” katanya.
Namun Lincoln tak menutup kemungkinan bahwa superintelijen regilius bisa menjadi superintelijen terburuk sekaligus yang terbaik. Sementara itu, Marvin Minsky, profesor di MIT sekaligus pelopor bidang AI mengatakan ada kemungkinan menciptakan robot yang memiliki jiwa dan bisa bekerja dengan standar etika.
Namun kekhawatiran baru justru muncul jika para robot memiliki jiwa. Robot malah bisa menambah konflik di atas dunia. “Dalam semua kemungkinan, jika Android cenderung jadi sangat liberal, mereka dengan cepat akan memproklamirkan diri dalam liberalisme atau fundamentalise dan bahkan menolaknya,” jelas James McGrath, pakar teologi Kristen dalam esai Robots, Rights, and Religion.
Bagaimana pendapat Anda? Haruskan superintelijen religius dibuat untuk hidup berdampingan dengan manusia? (Galang Kenzie Ramadhan – www.harianindo.com)