Keluarga lain yang mengungsi memang memilih tinggal menumpang di rumah saudara atau sahabatnya di kota-kota lain. Jam malam militer juga dicabut untuk memudahkan akses warga sipil ini meninggalkan wilayah tersebut. Diperkirakan ribuan orang masih akan mengungsi dalam beberapa hari ke depan.
Muhammad Niaz, seorang warga dari Kota Mir Ali di Waziristan Utara, mengatakan bahwa empat hari terakhir dirinya dan keluarga telah terkurung di dalam rumah karena jam malam tersebut. Pasar lokal juga tutup, persediaan makanan habis, bahkan Niaz mengaku tak bisa membawa anaknya ke rumah sakit. Kehidupan masyarakat lokal seperti terputus dari dunia luar.
Ijin mengungsi tersebut pertama kali diajukan oleh sekelompok masyarakat lokal pada Senin lalu (16/6). Ijin tersebut pun dikabulkan pada Kamis kemarin (19/6). Namun demikian, meski ijin telah diberikan dan jam malam pun dicabut, Pemerintah Pakistan dirasa kurang tanggap dan siap dalam mengakomodasi gelombang pengungsian ini. Banyak kamp pengungsi yang masih kekurangan kebutuhan pokok. Waziristan Utara sendiri memiliki populasi yang hampir mencapai tujuh juta orang.
Untuk perkembangan pertempuran, pihak militer Pakistan sendiri melaporkan bahwa setidaknya 160 orang anggota militan telah terbunuh sejak dimulainya serangan udara di wilayah Shawai dan beberapa wilayah di Waziristan Utara. Jumlah korban ini belum bisa dikonfirmasikan karena tidak ada kontributor media independen yang bertugas di lokasi. (Galang Kenzie Ramadhan – www.harianindo.com)