Adapun Perancis dan Jerman juga mengutuk aksi ‘kudeta’ militer tersebut, sementara PBB memberikan perhatian khusus terhadap perkembangan di sana. Perkembangan sampai Kamis kemarin (22/5/) mengatakan bahwa pasukan militer menghentikan sementara konstitusi, melarang pengumpulan massa, dan menahan beberapa politikus. Pihak militer Thailand mengatakan bahwa ketertiban harus ditegakkan setelah kekacauan selama berbulan-bulan.
Pihak militer Thailand memutuskan keadaan darurat militer secara sepihak pada Selasa kemarin (20/5). Dua hari setelahnya, mereka mengumpulkan politikus-politikus berpengaruh Thailand untuk mengadakan pembicaraan mengenai penanganan krisis politik di Bangkok.
Tak lama kemudian, petinggi militer Thailand, Gen Prayuth Chan-ocha, muncul di stasiun TV lokal untuk mengumumkan kudeta. Pengumuman tersebut diikuti oleh penahanan beberapa figur politik seperti pemimpin oposisi Suthep Thaugsuban, dan pemimpin pro-pemerintah, Jatuporn Prompan. Mereka berdua ikut serta dalam pembicaraan di Bangkok tadi.
Adapun Perdana Menteri Niwatthamrong Boonsongphaisan, tidak ikut berkumpul dalam pembicaraan tersebut. keberadaan dirinya sampai saat ini masih belum diketahui.
Kembali ke respon internasional, Sekjen PBB Ban Ki-moon, mendesak pihak militer untuk segera mengembalikan konstitusi Thailand, dan kembali menegakkan demokrasi seperti sedia kala. John Kerry mengatakan bahwa meski AS menghargai hubungan kerjasamanya dengan Thailand, aksi kudeta militer ini telah mencederai hubungan tersebut, terutama hubungan AS dengan militer Thailand. Satu langkah nyata AS menanggapi kudeta ini adalah penundaan bantuan $10 juta tadi. (Galang Kenzie Ramadhan – www.harianindo.com)