Padahal saat ini konsumen minyak terbesar di dunia ini saat ini sedang mengalami penurunan. Untuk diketahui bahwa Futures mengalami kenaikan sebesar 0,4 persen atas capping kenaikan tahunan sebesar 7,2 persen yang terjadi di tahun 2013.
Ditambah lagi pada pekan lalu, The American Petroleum Institute mengungkapkan bahwa saat ini ketersediaan minyak AS mengalami penurunan sebesar 5,67 juta barel. Berdasarkan data yang berasal dari Administrasi Informasi Energi diprediksi bahwa minyak mentah mengalami penurunan dari 2,83 juta barel menjadi 364,7 juta.
Sedangkan untuk wilayah China, yang menjadi konsumen minyak terbesar kedua didunia, saat ini menunjukkan bahwa indeks manufakturnya dalam empat bulan terakhir ini indeks manufakturnya telah jatuh ke level yang terendah.
Seperti yang dikutip dari Bloomberg, Kamis (2/1/2014), analis CMC Markets, Ric Spooner mengungkapkan bahwa saat ini segelintir orang yang terlibat dalam perdagangan memprediksi bahwa kemungkinan harganya akan jatuh dari perkiraan.
WTI sendiri pada Februari nanti pengirimannya mengalami kenaikan sebanyak 36 sen di angka USD98,78 per barel dalam perdagangan elektronik yang ada di dalam New York Mercantile Exchange. Bahkan volume semua kontrak yang nantinya diperdagangkan berada di angka 57 persen di bawah rata-rata dalam 100 hari perdagangan.
Sedangkan Brent dalam London berbasis ICE Futures Europe untuk Februari ini pengirimannya mengalami kenaikan sebanyak 27 sen atau sekitar 0,2 persen ke USD111,07 per barel. Sedangkan pada 31 Desember kemarin, disparitas akan minyak mentah untuk pasokan Eropa dan AS berada di angka ke USD12,50 per barel dari USD12,20 per barel.
Alhasil dari data EIA kemungkinan besar, stok bensin juga akan mengalami kenaikan dari 1,38 juta barel menjadi 221,2 juta per data 27 Desember. Sedangkan persediaan dari bahan bakar distilasi mengalami kenaikan dari 750 ribu barel menjadi 114,9 juta. (Tita Yanuantari – www.harianindo.com)