Jakarta – Memang kasus korupsi Indonesia ini sangat sulit sekali dibasmi hingga tuntas, karena petugas bahkan kuasa hukum yang berhubungan dengan hal ini juga menganggapnya remeh. Seperti yang baru saja terjadi korupsi senilai Rp 1,2 triliun Sudjiono Timan, lepas bebas begitu saja. Dalam hal ini Komisi Yudusial (KY) sudah memanggil hakim agung Sri Murwahyuni, namun hingga 2 kali dilakukan pemanggilan itu yang bersangkutan tidak pernah hadir. Namun pihak KY (Komisi Yudisial) siap untuk memberikan surat panggilan lagi, dan jika perlu akan dipanggil secara paksa.
Saat harianindo mencoba mencari informasi dan berhasil menemui komisioner KY Taufiqqurahman Sahuri, di temoat kerjanya, Senin (30/9/2013). Beliau mengatakan “Komisi Yudial (KY) telah mengirimkan surat untuk hadir selaku saksi. untuk ketiga kalinya. Namun kalau memang hingga pemanggilan yang ketiga ini, yang bersangkutan tidak juga hadir, maka dengan terpaksa KY akan memakai pasal 22A ayat (2) UU No 18/2011 mengenai pangilan saksi secara paksa sesuai ketentuan yang berlaku.”
Komisi Yudisial memang hanya memanggil Hakim agung Sri saja, karena beliau selaku saksi, juga selaku salah satu majelis hukum yang pernah mengajukan pendapay yang berbeda. Mungkin saja majelis hakim lainnya akan menyusul untuk dipanggil Komisi Yudisial.
“Baru sesudah diperiksanya saksi, apabila ada kejanggalan dan fakta-fakta yang cukup kuat dalam melanggar kode etik, maka majelis hakim Peninjaun Kembali (PK) akan dimintai keterangan lebih lanjut,” ungkap Tauffiqqurahman.
Yang bertugas menjadi majelis hakim saat itu adalah Suhadi, Andi Samsan Nganro, Sri Murwahyuni, Sofyan Marthabaya, Abdul Latief. Disini memang Sri Murwahyuni beda pendapat namun tetap memberikan hukuman kepada Timan, walaupun Sri telah kalah dalam rapat majelis hukum.
Yang bersalah pun Sudjiono Timan telah dibebaskan oleh Pengadilan Negeri Jakarta Selatan di tahun 2002, dengan didakwa korupsi sebanyak Rp 2 triliun yaitu dana BUMN PT BPUI. Lalu kemudian tahun 2004, pada tingkat kasasi Timan diberi hukuman penjara selama 15 tahun dan mengganti kerugian sebesar Rp 1,2 triliun. Setelah itu berlalu selama 9 tahun, ternyata Timan kembali dibebaskan oleh tingkat PK (Peninjauan Kembali) tepatnya di tanggal 31 juli 2013. (Tita Yanuantari – www.HarianIndo.Com)