Jakarta- Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memberikan saran bahwa tiga jalur pendanaan ibu kota baru yang bisa dibiayai melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) secra murni. Tiga jalur tersebut adalah pengelolaan Barang Milik Negara (BMN), belanja kementerian dan lembaga, serta Dana Alokasi Khusus (DAK) fisik.
Menurut dia, jalur pendanaan melalui APBN harus diperhitungkan secara matang-matang lantaran pendanaan ibu kota dari sumber tersebut dianggarkan sebesar Rp89,4 triliun, atau 19,2 persen dari total anggaran ibu kota baru sebesar Rp466 triliun. Menurutnya, APBN harus diikutkan dalam membiayai ibu kota baru demi memenuhi barang publik (public goods) di lokasi tersebut.
“Public goods keseluruhannya digunakan oleh APBN. Oleh karena itu, dalam konteks APBN, perlu ada perencanaan jadi bisa terlihat dampak fiskalnya dan trade off terhadap prioritas pembangunan yang lain di dalam APBN berikutnya,” jelas Sri Mulyani, Rabu (25/09).
Kemudian, ia menuturkan bahwa tiga jalur penggunaan APBN murni bagi pembiayaan ibu kota secara terperinci. Pertama, untuk pengelolaan BMN, dirinya mengklaim terdapat dua skema yang bisa digunakan.
Skema tersebut, memanfaatkan atau pemindahtanganan BMN. Untuk pemanfaatan BMN secara langsung, nantinya aset-aset milik negara di ibu kota lama bisa dimanfaatkan oleh swasta, sehingga dari hal tersebut negara bisa mendapatkan pendapatan dalam bentuk Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP).
PNBP tersebut nantinya dapat digunakan untuk mendanai pembangunan ibu kota yang baru. Selain itu, pemerintah juga punya opsi pemindahtanganan BMN melalui tiga bentuk, yakni, penjualan aset negara, hibah, tukar menukar aset, dan penyertaan modal.
“Biasanya untuk hibah ini dilakukan pemerintah antar pemerintah, jadi nanti kami akan serahkan BMN ke pemerintah daerah. Sementara itu, kalau tukar menukar aset ini bisa dilakukan dengan swasta atau pemda, di mana kami bisa mengganti aset dengan aset yang mereka miliki,” tutur dia.
Kedua, pendanaan ibu kota baru melalui APBN bisa didapatkan melalui skema belanja kementerian dan lembaga. Adapun, belanja kementerian dan lembaga ini diperuntukkan secara khusus untuk infrastruktur utama, misalnya gedung kementerian dan lembaga, gedung legislatif, hingga sarana pendukung seperti sarana pendidikan dan sarana kesehatan.
Kendati demikian, ia menyatakan bahwa pemerintah belum menentukan alokasi anggaran khusus bagi masing-masing kementerian dan lembaga untuk pemindahan ibu kota di dalam APBN 2020.
“Karena masing-masing kementerian dan lembaga belum mengalokasikan anggaran khusus terkait pemindahan ibu kota. Kalau pun ada anggaran yang mendukung pemindahan ibu kota, kementerian/lembaga bisa mengoptimalkan pagu anggaran yang sudah disediakan di APBN 2020,” terang dia.
Ketiga, jalur pendanaan ibu kota baru melalui APBN murni adalah melalui DAK fisik, yang merupakan bagian dari pos Transfer Keuangan Daerah dan Dana Desa (TKDD). Menteri Keuangan tersebut menjelaskan, DAK fisik bisa digunakan untuk pembangunan infrastruktur penunjang seperti jalan raya, sarana kesehatan, dan sarana prasarana pendukung lainnya.
“Nantinya, kami bisa berikan DAK fisik penugasan karena pembangunan sarana di ibu kota baru adalah prioritas nasional. Dalam hal ini, DAK fisik yang diberikan kepada Kabupaten Kutai Kartanegara dan Penajam Paser Utara bisa digunakan untuk hal tersebut,” terang dia.
Rencananya, proses pembangunan infrastruktur di ibu kota baru direncanakan akan dimulai pada tahun 2020 hingga 2024 mendatang. Sehingga, ibu kota sudah perlahan dipindahkan mulai 2024 mendatang.
Adapun, anggaran ibu kota baru dianggarkan sebesar Rp466 triliun yang terdiri dari APBN sebesar Rp89,4 triliun atau 19,2 persen, Kerja Sama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU) sebesar Rp253,4 triliun atau 54,4 persen, dan swasta sebesar Rp123,2 triliun atau 26,4 persen. (Hr-www.harianindo.com)