Jakarta – Partai NasDem mengkhawatirkan apabila PAN, PKS, dan Gerindra turut berkoalisi dalam kabinet Joko Widodo (Jokowi). Kehadiran partai-partai pendukung Prabowo Subianto itu dianggap akan menjadi sumber perpecahan kabinet.
“Saya khawatir semua di dalam kabinet ada pembelahan dalam kabinet. Itu yang kami khawatirkan. Menurut saya, itu nggak baik,” kata politikus Partai NasDem Taufiqulhadi dalam diskusi di Gado-Gado Boplo, Cikini, Jakarta Pusat, Sabtu (29/06/2019).
Diskusi bertema ‘Setelah Putusan MK’ itu dihadiri oleh perwakilan beberapa partai antara, lain Waketum PAN Bara Hasibuan, politikus PKS Mardani Ali Sera, dan pengamat politik Tony Rosyid.
Menurut dia, jika semua parpol tergabung dalam satu koalisi hal tersebut akan memberikan dampak buruk terhadap Indonesia dan juga demokrasi yang ada. Dikarenakan tidak ada keterwakilan rakyat sebagai oposisi pemerintah. “Menurut saya, kalau itu terjadi, malah nggak baik untuk Indonesia dan tidak baik bagi konsolidasi demokrasi Indonesia karena nggak ada lagi kelompok yang merasa terwakili sebagai oposisi,” ungkap Taufiqulhadi.
Selain itu, Taufiqulhadi menyatakan bahwa kondisi PAN, PKS, dan Gerindra tidak akan menguntungkan jika bergabung dalam koalisi Jokowi. Persatuan seluruh parpol justru tidak baik untuk demokrasi. “PAN, Gerindra, dan PKS itu tidak menguntungkan berada di kabinet bersama-sama, berada di dalam sama-sama dan nggak baik untuk demokrasi Indonesia,” ujar Taufiqulhadi.
Pengamat politik Tony Rosyid setujuh dengan pendapat Taufiq agar partai pendukung Prabowo Sandi berada di luar pemerintahan. Menurutnya, sebuah koalisi akan bertengkar sendiri di dalam jika tidak ada pihak oposisi. “Ya ada narasi menarik dari Mas Taufiq, kalau semua ikut, di dalam itu juga akan terbelah ketika tidak ada sparing partner. Hidup ini sehat kalau ada sparing partner. Kalau tidak ada lawan dan musuh, dia (koalisi) akan bertengkar sendiri di dalam. Itu jadi situasi yang tidak sehat. Itu saya sepakat,” papar dia.
Tony juga mengungkapkan, jika tidak ada partai yang menjadi oposisi sangat memungkinkan yang menjadi oposisi adalah rakyat itu sendiri. Hal ini, menurut dia, justru berbahaya. “Kalau semua di dalam, akan terjadi parlemen rakyat, oposisi rakyat, koalisi jalanan, dan ini tidak sehat,” tutur Tony. (Hari-www.harianindo.com)