Jakarta- Posisi Tiongkok yang menjelma menjadi negara dengan kekuatan ekonomi yang besar menjadikannya negara berpengaruh di dunia. Dari studi yang dilakukan Foreign Policy Community of Indonesia (FPCI), yaitu organisasi independen di bidang hubungan internasional, Tiongkok bertengger pada tiga teratas dari negara yang paling berpengaruh bagi Indonesia, setelah Amerika Serikat (AS) dan Jepang.
Hal itu dinyatakan oleh pendiri FPCI yang juga mantan wakil menteri luar negeri Republik Indonesia (RI), Dino Patti Djalal, saat peluncuran Silk Road Community Building Initiative (Inisiatif Pembangunan Masyarakat Jalan Sutera) di Jakarta, Jumat (21/06).
Acara itu dihadiri langsung oleh Ji Bingxuan, Wakil Ketua Komite Tetap Kongres Nasional Rakyat (NPC) sekaligus Presiden Chinese Association for International Understanding (CAFIU).
Studi FPCI dilakukan bertujuan untuk mengukur pengaruh dari 10 besar negara dari 198 negara yang mempunyai hubungan diplomatik dengan Indonesia. Indikatot penilaiannya antara lain pasar, lapangan pekerjaan, modal, turis, dan dampak sejarah.
Dino, yang juga mantan duta besar RI untuk AS, menyatakan kekuatan Tiongkok akan terus meningkat atau berkembang. Bahkan, menurutnya, produk domestik bruto (PDB) Tiongkok kelak akan bisa melebihi PDB negara AS.
“Walaupun pertumbuhan Tiongkok hanya lima persen, pertumbuhan itu sebesar Argentina. Jadi ‘bayinya’ itu sebesar Argentina,” kata Dino.
Dino juga meyakini peran Tiongkok di dunia internasional dan kawasan Asia Pasifik juga akan semakin besar. Dia menyebut Tiongkok dipastikan akan menjadi kekuatan teknologi (cyber power), kekuatan intelijen artifisial, kekuatan luar angkasa, dan kekuatan inovasi.
“Hal ini sebetulnya yang dikhawatirkan negara-negara yang selama ini dominan di bidang teknologi. Tapi bagi Indonesia, siapa pun yang berada di teknologi akan kita sambut dengan baik, dari Barat atau Timur,” tambah Dino.
Dino menjelaskan bahwa Tiongkok akan semakin maju dengan tetap mempertahankan identitas negaranya di saat semua negara berlomba-lomba meniru negara barat.
“Tiongkok menunjukkan ingin maju tapi tidak ingin menjadi negara barat. Secara implisit, tidak ingin demokrasi liberal, tapi berambisi menjadi negara dengan Chinese characteristic. Yang jelas, ini kepastian bahwa sikap ini akan mendominasi cara pandang Tiongkok mengenai masa depan dirinya,” ujar Dino. (Hari-www.harianindo.com)