Semarang – Penutupan Resosialisasi Argorejo atau Sunan Kuning (SK) Semarang tidak bisa dilakukan dengan gampangan. Dikarenakan perputaran uang di SK sangat besar bahkan mencapai Rp 1 miliar per malam.
SK berada di kawasan Keurahan Kalibanteng Semarang Barat itu berdiri 19 Agustus 1966 sebagai kawasan prostitusi atau lokalisasi. Pengelola atau pembina SK, Suwandi mengatakan mereka sudah mengantongi izin dari pemerintah dan sejak ia mengelola 9 tahun lalu sebenarnya Lokalisasi SK sudah berganti nama menjadi Resosialisasi Argorejo.
“Sejarahnya lahir 19 Agustus 1966, awalnya memang dibentuk pemerintah, izinnya ada,” kata Suwandi beberapa waktu lalu.
Jumlah pekerja di SK diseleksi dengan ketat dan jika sudah masuk akan diberi pelatihan dengan harapan bisa segera keluar dari dunia prostitusi. Menurut Suwandi jumlah pekerja yang disebut dengan ‘anak asuh’ terjadi penurunan hingga saat ini hanya ada 476 orang.
“Anak asuh ada 476 orang dan ada 177 karaoke,” jelasnya.
Dengan anak asuh dan rumah karaoke sebanyak itu, tidak mengherankan jika perputaran uang sangat besar. Menurut Suwandi sudah banyak orang yang menggantungkan hidup dari perputaran uang di sana karena tidak hanya anak asuh tetapi para pedagang dan penyetok makanan serta minuman.
“Perputaran uang semalam ya kalau Rp 1 miliar bisa, itu kotor ya,” pungkasnya.
Suwandi berharap penutupan SK tetap mempertimbangkan nasib anak asuh dan pengusaha di sana. Selama ini banyak para ibu yang membiayai anaknya hingga sarjana bahkan dokter dengan mengais rezeki di SK.
Sesuai dengan rencana, SK akan ditutup pada 15 Agustus 2019 atau menjelang SK berusia 53 tahun. Hal itu berdasarkan pada rencana pemerintah pusat untuk menutup semua kawasan prostitusi tahun ini. Pertemuan untuk solusi terbaik terus dilakukan dan sembari itu pada akhir Juni nanti gapura SK akan dibongkar.
Kepala Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Kota Semarang, Fajar Purwoto menjelaskan bahwa SK akan diubah menjadi kampung tematik dan wisata kuliner. Ia juga menjelaskan penutupan tidak seperti Kali Jodo Jakarta karena di SK sudah merupakan bangunan milik warga.
“Pemerintah tidak mungkin lepas tangan. Kan ini rumah penduduk, kalau Kali Jodo kan aset pemerintah, di sini tidak bisa seperti itu. Jadi kita cari solusi,” kata Fajar.
Rencana awal ada pengembalian modal berupa uang modal Rp 5,5 juta per orang agar mereka mau berganti pekerjaan. Namun mereka merasa modal tersebut masih belum cukup. (Hari-www.harianindo.com)