Manila – Filipina telah mengirim berton-ton sampah kembali ke Kanada, setelah pertengkaran diplomatik selama sepekan. Sebelumnya, Presiden Filipina Rodrigo Duterte mengancam untuk berlayar ke Kanada dan membuang sampah mereka di sana.
Filipina mengatakan, sampah itu secara keliru dilabeli sebagai daur ulang plastik ketika dikirim ke Manila pada 2014. Kanada telah setuju untuk menutup biaya penuh untuk transfer dan pembuangannya. Sebanyak 69 kontainer sampah dikirim kembali dengan kapal barang yang berlayar dari Subic Bay, utara Manila.
“Sampai jumpa, seperti yang kami katakan,” tulis Menteri Luar Negeri Filipina Teddy Locsin Jr di Twitter pada Jumat (31/5) pagi, dilansir BBC.
Menteri, yang dikenal dengan gaya cicitannya yang kasar, mengunggah gambar dan video dari pelabuhan dan kapal yang meninggalkan pelabuhan.
“Saya menangis. Saya akan sangat merindukannya. Sudahlah. Orang Filipina lainnya akan menemukan cara untuk mengirim sekumpulan (sampah) lain. Boohoohoo,” tulisnya lagi.
Sekitar 1.500 ton sampah yang direpatriasi akan dikirim ke kota Vancouver di Kanada, tiba sebelum akhir Juni, untuk diproses di fasilitas limbah ke energi di sana.
“Ini adalah demonstrasi bahwa kami akan mematuhi kewajiban internasional kita untuk menangani limbah yang berasal dari Kanada,” kata Sean Fraser, sekretaris parlemen Kanada untuk menteri lingkungan hidup.
Dia mengatakan Kanada telah bergerak cepat dalam beberapa pekan terakhir untuk menangani masalah ini. Soal sampah ini berlangsung selama beberapa tahun setelah pemerintah Filipina menyatakan dengan jelas ini adalah prioritas yang sangat serius bagi mereka.
Semakin banyak negara di Asia Tenggara menyerukan negara-negara Barat untuk mengambil kembali sampah yang telah dikirim ke pantai mereka. Mereka beralasan bahwa sebagian di antaranya diimpor secara ilegal.
Jumlah sampah yang diekspor oleh negara-negara maju terungkap setelah China, yang telah mengimpor sebagian besar dari sampah selama bertahun-tahun, memperkenalkan larangan ‘sampah asing’.
Akibatnya, sampah yang kadang-kadang secara salah dinyatakan sebagai barang daur ulang, dikirim ke negara-negara berkembang lainnya yang kini mulai menolak. (Tita Yanuantari – harianidndo.com)