Jakarta – Pernyataan mantan Ketua Mahkamah Konstitusi, Mahfud MD, yang menyinggung soal perolehan suara Prabowo Subianto, yang disebutnya menang di provinsi garis keras, menimbulkan pro dan kontra di media.
Pernyataan Mahfud tersebut terlontar saat diwawancarai oleh salah satu stasiun televisi. Potongan videonya kemudian beredar viral di media sosial.
“Kemarin itu sudah agak panas dan mungkin pembelahannya sekarang kalau lihat sebaran kemenangan ya mengingatkan kita untuk lebih sadar segera rekonsiliasi. Karena sekarang ini kemenangan Pak Jokowi ya menang dan mungkin sulit dibalik kemenangan itu dengan cara apapun.
Tapi kalau lihat sebarannya di beberapa provinsi-provinsi yang agak panas, Pak Jokowi kalah. Dan itu diidentifikasi tempat kemenangan Pak Prabowo itu adalah diidentifikasi yang dulunya dianggap provinsi garis keras dalam hal agama misal Jawa Barat, Sumatera Barat, Aceh dan sebagainya, Sulawesi Selatan juga.
Saya kira rekonsiliasinya jadi lebih penting untuk menyadarkan kita bahwa bangsa ini bersatu karena kesadaran akan keberagaman dan bangsa ini hanya akan maju kalau bersatu,” kata Mahfud MD dalam video itu.
Mantan Sesmen BUMN yang kini berada di kubu Prabowo-Sandi, Said Didu, kemudian mempertanyakan maksud dari pernyataan Mahfud tersebut.
“Mohon maaf prof @mohmahfudmd, saya berasal dari Sulsel, mohon jelaskan indikator yang prof gunakan sehingga menuduh orang Sulsel adalah orang-orang garis keras agar jadi bahan pertimbangan kami. Kami orang Sulsel memang punya prinsip SIRI untuk menjaga kehormatan. Inikah yang dianggap keras?” tulis Said Didu melalui akun Twitternya.
Menanggapi hal ini, Mahfud MD kemudian memberikan penjelasan melalui akun Twitternya.
“Garis keras itu sama dengan fanatik dan sama dengan kesetiaan yang tinggi. Itu bukan hal yang dilarang, itu term politik. Sama halnya dengan garis moderat, itu bukan hal yang haram,” tulis Mahfud MD, Minggu (28/4/2019).
“Dua-duanya boleh dan kita bisa memilih yang mana pun. Sama dengan bilang Jokowi menang di daerah PDIP, Prabowo di daerah hijau,” jelasnya.
“Dalam term itu saya juga berasal dari daerah garis keras yaitu Madura. Madura itu sama dengan Aceh dan Bugis, disebut fanatik karena tingginya kesetiaan kepada Islam sehingga sulit ditaklukkan. Seperti halnya konservatif, progresif, garis moderat, garis keras adalah istilah-istilah yang biasa dipakai dalam ilmu politik,” sambung Mahfud.
(samsularifin – www.harianindo.com)