Jakarta – KPK terus mendalami dugaan suap proyek PLTU Riau 1 yang melibatkan Dirut PLN nonaktif Sofyan Basir. Wakil Ketua KPK Laode M Syarif menyebut pihaknya dalam waktu dekat akan memanggil Sofyan untuk diperiksa sebagai tersangka.
“Jadwal pemanggilannya saya belum tahu persis, tapi dalam waktu dekat,” kata Syarif di Gedung C1 KPK, Jakarta Selatan, Jumat (26/4/2019).
Dalam jeda menuju pemeriksaan itu, KPK melakukan pencegahan ke luar negeri terhadap Sofyan. Pencegahan itu, kata Syarif dilakukan sesuai prosedur yang biasa diterapkan KPK.
“Ya seperti biasa kan, untuk jaga-jaga, saya pikir beliau pasti kooperatif. Tapi ya setiap yang ditetapkan jadi tersangka pasti dicekal, itu prosedur standar di KPK,” kata Syarif.
Sementara itu, Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan menyebut pencegahan dilakukan usai mengetahui Sofyan berada di Indonesia. Hal ini dilakukan agar proses pemeriksaan berjalan tanpa hambatan.
“Pencegahannya juga baru kita lakukan. Jadi pencegahan itu bukan tujuannya masalah ke luar negeri atau tidak, kita menginginkan tidak ada hambatannya, tidak ada hambatan pada saat penyidik membutuhkan yang bersangkutan,” ujar Basaria.
Basaria pun mengoreksi soal keberadaan Sofyan Basir yang sempat disebut berada di Prancis. Menurut Basaria, Sofyan tidak berada di Prancis, melainkan di Singapura.
KPK menetapkan Sofyan Basir sebagai tersangka kasus dugaan suap pembangunan PLTU Riau-1. Penetapan itu dilakukan usai KPK mencurigai adanya peran aktif dari Sofyan dalam mengatur jalannya proyek tersebut. Peran tersebut terlihat dari aktifnya Sofyan terlibat sejumlah pertemuan membahas kelanjutan proyek.
KPK menduga Sofyan bersama-sama mantan Wakil Ketua Komisi VII DPR Fraksi Golkar Eni Maulani Saragih dan eks Sekjen Golkar Idrus Marham menerima suap dari pemegang saham Blackgold Natural Resources Ltd, Budisutrisno Kotjo. Tiga nama terakhir sudah divonis bersalah oleh hakim.
Dalam dakwaan, Sofyan disebut sembilan kali melakukan pertemuan membahas PLTU Riau. Pertemuan itu dilakukan dengan mantan Ketua Umum Golkar Setya Novanto, Eni Saragih, maupun Kotjo. (Tita Yanuantari – www.harianindo.com)