Jakarta – Mengenai carut-marutnya pemilu kali ini, Majelis Ulama Indonesia (MUI) meminta perhitungan cepat atau quick count pemilu dihilangkan. Mereka memiliki penilaian bahwa quick count hanya menimbulkan masalah.
Saat ditemui di kantor MUI kemarin, Din Syamsuddin selaku Ketua Dewan Pertimbangan MUI menuturkan bahwa “Hentikan. Karena bisa menimbulkan aksi dan reaksi dari warga,”
Beliau kemudian kembali mengingatkan bahwa masalah yang ditimbulkan Quick Count tak hanya terjadi di pemilu kali ini. Sebelum ini, saat Pilpres 2014, Pilgub DKI Jakarta, dan Pilgub Jawa Barat pada 2017.
Din juga menilai bahwa keputusan quick count beberkan hasil suara dengan cepat dinilai lebih banyak menimbulkan kemudharatan dan kemaksiatan. Sebab, warga yang setelah mengetahui quick count langsung merayakan kemenangan, kendati belum ada hasil resmi dari Komisi Pemilihan Umum (KPU).
“Perayaan itu masih dalam satu suasana kesedihan (bagi yang kalah). Nah, ini yang sangat sensitif dan bisa menimbulkan bentrokan,” terang Din.
Dia pun meminta Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) dan media untuk berhati-hati menyampaikan informasi. Tak hanya itu, dia juga mengingatkan warga untuk bersikap skeptis dalam menerima informasi.
“Munculkan skeptisme, keraguan terhadap lembaga survei itu. Lembaga survei juga harus dihayati dan direspons sebelum hari pencoblosan,” ungkap dia.
Mantan Ketua PP Muhammadiyah 2005-2015 ini pun menyarankan perhitungan cepat tidak dibuka ke publik. Selain itu, lembaga survei diganti dengan menggunakan akademisi yang akrab dengan statistik.
(Ikhsan Djuhandar – www.harianindo.com)