Jakarta – Masyarakat diramaikan dengan pengakuan dari mantan Dewan Kehormatan Perwira (DKP) yang saat ini menjabat sebagai salah satu anggota Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres), Agum Gumelar, terkait peristiwa penculikan dan pembunuhan para aktivis pro demokrasi pada 1998 lalu.
Menurut Direktur Program Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) Erasmus Napitupulu, sebaiknya Komnas HAM dan Jaksa Agung M Prasetyo segera memanggil Agum Gumelar untuk mengklarifikasi pengakuannya.
Erasmus mengungkapkan, pada 27 November 2018 lalu, Kejaksaan Agung mengembalikan berkas penyelidikan yang diserahkan oleh Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), dimana salah satu berkas yang dikembalikan adalah berkas penghilangan orang secara paksa tahun 1997-1998.
“Jaksa Agung mengembalikan berkas-berkas penyelidikan Komnas HAM itu karena dianggap masih terlalu sumir untuk ditingkatkan ke penyidikan sebagaimana dinyatakan oleh Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung, Mukri. Oleh sebab itu, perkembangan kasus ini dan beberapa pelanggaran HAM berat lainnya masih jalan di tempat,” kata Erasmus, Selasa (12/3/2019).
Karena itu, Erasmus mendesak kepada Komnas HAM dan Kejaksaan Agung untuk memanggil Agum Gumelar sehingga bisa menggali informasi untuk mendukung kebutuhan penyelidikan.
“Agar dengan keterangannya tersebut, kasus penculikan aktivis dan orang pada 1997-1998 mendapat perkembangan baru dan bisa ditingkatkan ke tahap penyidikan,” jelas Erasmus.
Ia juga mengingatkan, setiap warga negara wajib memberikan keterangan bila mengetahui adanya kejahatan berdasarkan KUHP.
“ICJR juga mengingatkan bahwa mengingkari kewajiban hukum tersebut pada dasarnya merupakan pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 221 ayat (1) angka 2 KUHP,” ucapnya.
“Tapi yang penting bagi kita periksa dulu (Agum Gumelar),” lanjutnya.
Pasal 221 ayat (1) KUHP yang dimaksud berbunyi:
‘Diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah: Barang siapa setelah dilakukan suatu kejahatan dan dengan maksud untuk menutupinya, atau untuk menghalang-halangi atau mempersukar penyidikan atau penuntutannya, menghancurkan, menghilangkan, menyembunyikan benda-benda terhadap mana atau dengan mana kejahatan dilakukan atau bekas-bekas kejahatan lainnya, atau menariknya dari pemeriksaan yang dilakukan oleh pejabat kehakiman atau kepolisian maupun oleh orang lain, yang menurut ketentuan undang-undang terus-menerus atau untuk sementara waktu diserahi menjalankan jabatan kepolisian.’
Sebelumnya, beredar video pengakuan Agum Gumelar dalam sebuah acara diskusi yang menyatakan bahwa dirinya mengetahui peristiwa penculikan para aktivis di tahun 1998 lalu, termasuk di mana mereka dibunuh dan dibuang.
Menurut penuturan Agum, saat itu dirinya bersama dengan Susilo Bambang Yudhoyono ( SBY) menjadi salah satu anggota Dewan Kehormatan Perwira (DKP) yang memeriksa penculikan aktivis pada 1998 lalu.
“Berjalanlah DKP, bekerjalah DKP, sebulan lebih memeriksa yang namanya Prabowo Subianto, periksa. Dari hasil pemeriksaan mendalam, ternyata didapat fakta bukti yang nyata bahwa dia melakukan pelanggaran HAM yang berat,” jelas Agum Gumelar dalam video tersebut.
Mantan Danjen Kopassus ini juga mengaku telah melakukan pendekatan kapada anggota Tim Mawar Kopassus untuk mengetahui dimana para aktivis itu dibunuh.
“Tim Mawar yang melakukan penculikan itu, bekas anak buah saya semua dong. Saya juga pendekatan dari hati ke hati kepada mereka, di luar kerja DKP. Karena mereka bekas anak buah saya dong. Di sini lah saya tahu bagaimana matinya orang-orang itu, di mana dibuangnya, saya tahu betul,” ungkap Agum.
Dari hasil penyelidikan tersebut menurut Agum, terbukti Prabowo telah melakukan pelanggaran HAM sehingga merekomendasikan kepada Panglima TNI yang saat itu dijabat oleh Wiranto untuk memberhentikan Prabowo dari dinas kemiliteran.
“Jadi DKP dengan hasil temuan seperti ini merekomendasikan kepada Panglima TNI. Rekomendasinya apa? Dengan kesalan terbukti, yang direkomendasikan supaya yang bersangkutan diberhentikan dari dinas militer. Agum Gumelar tanda tangan, Susilo Bambang Yudhoyono tanda tangan, semua tanda tangan,” tandas Agum.
(samsularifin – www.harianindo.com)