Jakarta – Aksi polisi melakukan upaya tangkap paksa terhadap aktivis Robertus Robert dikecam. Namun, Polri menegaskan tindakan tersebut dilakukan secara profesional sesuai aturan hukum.
Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karopenmas) Polri Brigjen Dedi Prasetyo mengakui kebebasan berpendapat di muka umum dijamin Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1998. Namun, hal itu tidak bersifat mutlak.
“Undang-undang itu tak berlaku absolut, tapi memberikan batasan. Artinya, ada batasan yang harus sama-sama ditaati seluruh warga negara,” kata Dedi di Mabes Polri, Kebayoran Baru, Jakarta, Sabtu (9/3/2019).
Dedi mengatakan kendati menyampaikan pendapat dibebaskan oleh undang-undang, akan lain soal jika ada pihak-pihak yang merasa dirugikan. Menyatakan pendapat namun merugikan pihak lain, kata dia, sama saja dengan menyebarkan berita bohong.
“Pihak yang merasa dirugikan bisa menuntut,” ucapnya.
Menurut Dedi, penegakan hukum terhadap Robertus telah melalui berbagai perhitungan dan pertimbangan keamanan dan ketertiban masyarakat. Ia menilai kasus Robertus dimulai dari kegaduhan di media sosial.
Baca juga: M. Taufik Sepakat dengan Penjualan Saham PT. Delta Jakarta
“Jangan sampai kegaduhan di media sosia bisa jadi gaduh di dunia nyata ini yang dimitigasi kepolisian secara proaktif melakukan langkah penegakan hukum,” jelasnya.
Dedi menambahkan penangkapan Robertus tak terkait dengan proses pemilu serentak yang kini berjalan. Apalagi bersifat politis. “Ini murni penegakan hukum polisi,” tandasnya. (Tita Yanuantari – www.harianindo.com)