Jakarta – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah menaikkan status kasus dugaan korupsi penerbitan Surat Keterangan Lunas (SKL) Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) ke tahap penyidikan. Artinya, sudah ada pihak yang ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus ini.
“(Kasus BLBI Sjamsul Nursalim) Itu sebenarnya sudah di ranah penyidikan, tapi belum ada ekspose lebih lanjut,” kata Wakil Ketua KPK Alexander Marwata di Gedung KPK, Jakarta, Rabu (20/2/2019).
Di sisi lain, Alex mengamini pihaknya sedikit kesulitan menghadirkan pemegang saham Bank Dagang Nasional Indonesia (BDNI) Sjamsul Nursalim dan istrinya, Itjih Nursalim, ke KPK dalam menangani kasus ini. Selain telah menetap di Singapura, keadaan fisik Sjamsul juga jadi satu faktor penyidik belum juga memeriksanya.
“Ya itu kalau dia punya alasan, kan usianya sudah 80, dan sudah menjadi permanen di Singapura, ya kita lebih baik kita yang datang ke bersangkutan kalau kita ingin memeriksa,” kata Alex.
Alex menegaskan mangkirnya Sjamsul dan istrinya dalam sejumlah pemeriksaan tak akan menghentikan pengusutan kasus tersebut. Pemeriksaan pasangan suami istri itu dapat dilakukan di Singapura. Bahkan, Sjamsul dan Itjih dapat diadili meski tanpa kehadirannya di persidangan atau in absentia.
“Pasti dong (periksa Sjamsul dan Itjih). Pasti,” jelas dia.
Baca juga: JK Imbau Anies Perhatikan Perekonomian Warga saat Tetapkan Tarif MRT
Sjamsul dan Itjih memang berulang kali mangkir selama proses penyidikan Kepala Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) Syafruddin Arsyad Temenggung. Bahkan, keduanya tak memenuhi panggilan penyidik pada proses pengembangan atau penyelidikan baru kasus korupsi BLBI setelah putusan Syafruddin.
Syafruddin divonis 13 tahun penjara dan denda Rp700 juta subsider 3 bulan kurungan. Dia terbukti merugikan negara sekitar Rp4,58 triliun atas penerbitan SKL BLBI kepada BDNI. Perbuatan Syafruddin telah memperkaya Sjamsul Nursalim, selaku pemegang saham pengendali BDNI pada 2004. (Tita Yanuantari – www.harianindo.com)