Jakarta – Berdasarkan hasil survei Median, elektabilitas pasangan capres-cawapres Joko Widodo-Ma’ruf Amin masih unggul atas pasangan Prabowo Subianto-Sandiaga Uno dengan 47,9 persen. Akan tetapi, keunggulan Jokowi-Ma’ruf atas pesaingnya tersebut terlihat menurun di Pulau Jawa sendiri.
“Keunggulan Jokowi atas Prabowo di Pulau Jawa itu relatif menurun. Dari selisih elektabilitas 16 persen di bulan November (2018) itu turun menjadi 11,8 persen di bulan Januari (2019). Jadi penurunan gap selisih elektabilitas itu terjadi paling besar terutama di Pulau Jawa, sementara di luar Jawa relatif konstan,” kata Direktur Eksekutif Median Rico Marbun dalam rilis hasil survei di Cikini, Jakarta Pusat, Senin (21/1/2019).
Median melakukan survei tersebut pada 6-15 Januari 2019 kepada 1.500 responden, dan populasinya seluruh warga yang memiliki hak pilih. Survei tersebut, dilakukan menggunakan metode multistage random sampling. Margin of error survei +/- 2,5 persen pada tingkat kepercayaan 95 persen.
Jika dibandingkan dengan data survei Median yang dirilis pada November 2018 silam, selisih keunggulan tersebut menurun. Ketika itu, pasangan Jokowi-Ma’ruf unggul atas Prabowo-Sandiaga sebesar 16 persen. Keunggulan Jokowi yang menurun tersebut dinilai karena manuver pendukung Prabowo-Sandiaga di pulau Jawa semakin masif, misalnya lewat aksi 212.
“Kalau kita hitung, kita lihat secara nyata, ini kan manuver pendukung-pendukung 02 di pulau Jawa start dari bulan Desember, Aksi 212 itu kan luar biasa ketimbang aksi manuver di luar pulau Jawa. Mungkin aktivitas pendukung Pak Prabowo di pulau Jawa yang mengalami peningkatan, itu akhirnya mempertipis jarak keunggulan Pak Jokowi yang tadinya unggulnya lebih besar sekarang jarak keunggulannya menipis,” jelas Rico.
Faktor lain yang membuat menipisnya jarak keunggulan Jokowi-Ma’ruf di pulau Jawa adalah pendirian posko-posko pemenangan Prabowo-Sandi yang mulai digalakkan di Jawa Tengah. Namun, menurut Rico, pengaruh pendirian posko itu belum terlalu signifikan.
“Data yang kita dapatkan ini kan resultan dari semua operasi pemenangan. Tetapi yang bisa kita lihat efek paling besar itu memang ada di pulau Jawa. Salah satunya mungkin ya selain 212, itu mungkin juga karena 02 sibuk mendirikan posko-posko pemenangan di basis pemilih Pak Jokowi. Jadi itu mulai terlihat, tetapi masih kurang. Kalau mau menang dia harus lebih banyak lagi,” ucapnya.
Rico mengungkapkan, jika ingin mendapatkan hasil yang lebih signifikan, tim Prabowo-Sandi perlu menambah jumlah posko di Jawa, setidaknya 10 hingga 15 posko di tiap provinsi yang ada.
“(Pengaruh pendirian posko) signifikan ,tetapi jumlahnya harus lebih banyak. Kalau cuma 1 posko 1 provinsi itu nggak ada artinya. Tapi kalau misalnya ada 10 atau 15 posko di provinsi Jawa Tengah aja, itu artinya hampir separuh dari jumlah kabupaten/kota. Kalau dia ada di situ kan lain ceritanya. Tapi kalau cuma buat 1 di deket rumahnya Pak Jokowi ya kurang lah, itu cuma bisa masuk berita aja,” papar Rico.
Meski begitu, Jokowi-Ma’ruf masih unggul di kalangan pemilih dari suku Jawa, Betawi, Batak, dan Tionghoa. Sementara, Prabowo-Sandi unggul dalam segmentasi pemilih dari suku Sunda, Minang, Madura, Melayu, dan Bugis.
Keunggulan Jokowi di kalangan pemilih tua (di atas 50 tahun) juga jauh lebih besar jika dibandingkan dengan segmen usia muda. Dari 100 persen pemilih di bawah 50-59 tahun, 54,3 persen memilih Jokowi-Ma’ruf, 33,9 persen memilih Prabowo-Sandi, sehingga selisihnya 20,4 persen. Sementara pemilih di usia 60 tahun ke atas, 61,4 persen memilih pasangan 01 dan 27,8 persen memilih pasangan 02, sehingga selisihnya 33,6 persen.
“Pak Prabowo bisa unggul di pemilih 20-29 tahun, sisanya kalah. Keunggulan Pak Jokowi di kalangan usia produktif itu relatif kecil ya. Di atas 50 tahun, ini keunggulan Pak Jokowi sangat besar,” tuturnya.
Berdasarkan tingkat pendidikan, pasangan Jokowi-Ma’ruf unggul di segmentasi pemilih yang tidak tamat SD dan lulusan SD, sementara Prabowo-Sandi unggul di segmentasi pemilih lulusan SMA/SMK dan perguruan tinggi.
“Keunggulan Pak Jokowi dan Prabowo di kalangan pemilih tidak tamat SD dan tamat SD itu besar sekali, karena 2 digit, kemudian relatif berimbang di pemilih yang berlatar belakang (lulusan) SMP. Kemudian Pak Prabowo unggul tipis hanya 2 persen di SMU, dan di atas SMU baru Pak Prabowo unggul lebih besar. Jadi, semakin rendah tingkat pendidikannya, umumnya Jokowi memiliki keunggulan relatif lebih tinggi,” terang Rico.
Jokowi dan Prabowo bersaing ketat di kalangan pemilih Muslim, tapi Jokowi unggul jauh di kalangan pemilih non muslim. Dari 100 persen pemilih beragama Islam, 42,6 memilih Jokowi-Ma’ruf, 42,3 memilih Prabowo-Sandi, 15,1 persen undecided.
“Untuk pemilih agama Katolik dan Protestan, agama kedua terbesar di Indonesia, selisih keunggulan antara Jokowi dan Prabowo lebih dari 70 persen, yaitu 70,4 dan 75,6 persen,” ujarnya.
Prabowo masih unggul di segmen pengguna media sosial. “Prabowo ini masih unggul di segmen pengguna media sosial. Hampir keseluruhan semua platform media sosial ini dimenangkan oleh pasangan 02. Pengguna Facebook (yang memilih Prabowo-Sandi) 47,6 persen, Twitter 50,4 persen, dan Instagram 51,7 persen,” jelas Rico.
(Ikhsan Djuhandar – www.harianindo.com)