Jakarta – Kepolisian telah mengamankan dua orang yang diduga membuat viral penyebaran berita bohong atau hoaks tujuh kontainer surat suara tercoblos.
Kepala Biro Penerangan Masyrakat Humas Polri Brigjen (Pol) Dedi Prasetyo mengungkapkan, satu orang diamankan di Bogor dengan inisial HY dan satu diamankan lagi di Balikpapan inisial LS.
“Saat ini sudah diamankan dua orang yaitu di Bogor sama di Balikpapan,” ujar Dedi di Gedung Humas Mabes Polri, Jakarta Selatan, Jumat (4/1/2019).
Dedi menjelaskan, HY dan LS berperan menerima konten kemudian ikut memviralkan hoaks itu. “Dua orang ini yang ter-mapping oleh tim siber yang aktif memviralkan, baik ke media sosial maupun ke WA grup. WA grup ini salah satunya juga ada bukti yang diserahkan oleh ketua KPU,” kata Dedi.
Meski demikian, kata Dedi, terhadap keduanya belum dilakukan penahanan. Penyidik masih mendalami sejumlah keterangan dari mereka. “Tapi kepada dua orang tersebut dari penyidik siber Bareskrim (Polri) tidak melakukan penahanan, tapi melakukan pendalaman terhadap keterangan-keterangan yang disampaikan kepada penyidik,” tutur Dedi.
Kemudian, kata Dedi, penyidik sudah melakukan identifikasi siapa yang pertama kali memuat hoaks soal 7 kontainer surat suara di media sosial. “Ini yang sedang dikerjakan dan didalami oleh penyidik,” kata Dedi.
Tak hanya itu, kata Dedi, dalam waktu dekat penyidik juga akan memanggil saksi ahli. Saksi ahli itu yakni saksi ahli hukum pidana, ahli bahasa, dan ahli Informasi dan Teknologi (ITE).
Baca juga: Bupati Bekasi Neneng Hassanah Sudah Serahkan Uang ke KPK
“(Pemanggilan saksi ahli) Biar lebih mengerucut konstruksi hukumnya dalam rangka untuk menentukan siapa tersangka yang membuat kemudian memviralkan ke media sosial. Itu yang akan dikejar penyidik,” tutur Dedi.
Dedi mengatakan, apabila ditemukan ada para pihak yang ikut aktif dalam memviralkan video tersebut maka akan ditangani oleh tim penyidik. Tim penyidik, kata Dedi, terus bekerja terus dan sudah merencanakan pemanggilan beberapa saksi.
“Penyidik juga melakukan asas kehati-hatian, yang penting targetnya harus tuntas sampai ke akar-akarnya, sampai aktor intelektualnya. Karena ini bisa menggangu proses demokrasi di Indonesia,” ujar Dedi. (Tita Yanuantari – www.harianindo.com)