Jakarta – Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah mengkritik langkah Presiden Joko Widodo yang hendak memberikan grasi kepada Baiq Nuril.
Jokowi sendiri, sebelum memberikan grasi, menyarankan Baiq untuk mencari keadilan dengan menempuh upaya hukum Peninjauan Kembali (PK) ke MA.
“Jadi Presiden itu jangan bertindak di ujung, Presiden harus membaca peristiwa ini, peristiwa apa begitu secara luas karena Presiden kewenangannya bukan terbatas pada ruang yudikatif. Presiden punya kuasa eksekutif, legislatif, selain yudikatif,” ujar Fahri di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Kamis (22/11/2018).
Baiq Nuril, guru honorer SMAN 7 Mataram, divonis oleh majelis kasasi Mahkamah Agung (MA) karena menyebarkan rekaman pembicaraannya dengan Kepala Sekolah SMA tersebut, Muslim, yang bernada mesum untuk membela diri, pada tahun 2014.
Atas tindakan tersebut, Baiq diganjar hukuman pidana 6 bulan penjara dan denda Rp 500 juta, subsider tiga bulan kurungan. Sejumlah kalangan melihat vonis itu tidak adil karena Baiq Nuril bukan yang menyebarkan rekaman itu. Desakan agar Baiq mendapat amnesti, bukan grasi, pun mencuat.
Fahri melihat, Presiden seharusnya bisa melihat kasus Baiq Nuril ini secara lebih komprehensif sehingga tidak mengakomodasi kasus-kasus yang hanya viral saja.
“Dia (Presiden) bisa bebasin orang. Membebaskan orang itu kan kewenangan yudikatif sebenarnya, dia bisa memberikan pengampunan, dia bisa membatalkan keputusan dan sebagainya,” ucap dia.
“Makanya jangan bekerja di ujung, tapi lihat masalah Baiq secara komprehensif,” sentil Fahri.
Baca juga: Prabowo Prediksi Air Laut Bakal Meluap di Bundaran HI pada 2025
Bahkan, Fahri meminta untuk membuka mata lebar-lebar karena masalah hukum seperti Baiq Nuril di berbagai daerah sangat banyak terjadi. Karena itu, ia mengusulkan kepada Presiden untuk membentuk lembaga komplain yang terdiri dari gabungan berbagai institusi seperti Komnas perempuan, Komnas HAM, LPSK, KPK, Ombudsman agar kasus pencarian keadilan seperti Baiq Nuril bisa terakomodasi semua.
“Saya bilang Baiq Baiq di seluruh Indonesia ini banyak, jangan Baiq viral saja yang diakomodasi, tapi yang tidak ketahuan mesti melapor ke mana mereka enggak tahu. Karena lembaga komplainnya hanya ada di Jakarta enggak ada di daerah,” jelasnya.
“Yang enggak viral kan banyak, padahal lebih dizalimi,” pungkas Fahri. (Tita Yanuantari – www.harianindo.com)