Jakarta – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memperpanjang masa penahanan Hakim Ad Hoc Tipikor Pengadilan Medan Merry Purba dan panitera pengganti Helpandi. Penahanan keduanya diperpanjang selama 30 hari, terhitung sejak 27 November sampai 26 Desember 2018, demi kepentingan penyidikan.
“Untuk kasus suap PN Medan ada perpanjangan penahanan untuk dua tersangka,” kata Kepala Bagian Pemberitaan dan Publikasi KPK Yuyuk Andriati di Gedung KPK, Jakarta, Senin (19/11/2018).
KPK sebelumnya menetapkan empat orang sebagai tersangka kasus dugaan suap jual beli perkara di Pengadilan Negeri (PN) Medan, Sumut. Keempat tersangka itu antara lain Hakim Ad Hoc Tipikor PN MedanMerry Purba, panitera pengganti Helpandi, pemilik PT Erni Putra Terari Tamin Sukardi, dan orang kepercayaan Tamin bernama Hadi Setiawan.
Hakim Merry diduga menerima duit suap total 280 ribu dolar Singapura (SGD) atau setara Rp3 miliar. Duit suap ini diduga untuk memengaruhi keputusan majelis hakim dalam perkara korupsi lahan.
Tamin diketahui menjadi terdakwa perkara korupsi lahan bekas hak guna usaha (HGU) PT Perkebunan Nusantara (PTPN) II. Tamin menjual 74 hektare dari 126 hektare tanah negara bekas HGU PTPN II kepada PT Agung Cemara Realty (ACR) sebesar Rp236,2 miliar dan baru dibayar Rp132,4 miliar. Merry adalah hakim yang berbeda pendapat dibanding hakim lainnya atau diistilahkan dissenting opinion.
Dalam putusan yang dibacakan pada 27 Agustus 2018, Tamin divonis pidana enam tahun dan denda sebesar Rp500 juta subsider enam bulan kurungan, dan uang pengganti Rp132 miliar. Vonis ini lebih ringan dari tuntutan jaksa yang meminta Tamin divonis 10 tahun pidana penjara dan denda Rp500 juta subsider 6 bulan kurungan dan uang pengganti Rp132 miliar.
Baca juga: Anies : Mohon Doanya agar Saya Segera Mendapat Pendamping
Atas perbuatannya, hakim Merry dan Helpandi selaku penerima suap dijerat dengan Pasal 12 huruf c atau Pasal 12 huruf a atau Pasal 11 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Sementara Tamin dan Hadi selaku pemberi suap dijerat dengan Pasal 6 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 (1) a atau Pasal 13 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. (Tita Yanuantari – www.harianindo.com)