Surabaya – Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Surabaya menolak gugatan class action yang dilayangkan Komunitas Pemuda Independen (KOPI) dan Front Pekerja Lokalisasi (FPL) ke PN Surabaya, atas penutupan lokalisasi Dolly. Class action itu ditujukan terhadap Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini dan Kasatpol PP Surabaya Irvan Widyanto.
Penggugat yang mengklaim mewakili warga Dolly dan Jarak di Putat Jaya, Kecamatan Sawahan itu, mengajukan gugatan lebih Rp 270 miliar. Angka itu berdasarkan penghasilan warga yang hilang akibat penutupan lokalisasi sejak Juni 2014. Mereka terdiri dari perwakilan pedagang kaki lima, juru parkir, SPG, pekerja operatordan lain-lainnya.
Namun, menurut Ketua Majelis Hakim Dwi Winarko, gugatan class action yang dilayangkan para penggugat tidak memenuhi syarat. Maka dari itu, kata dia, materi gugatan yang diajukan para penggugat tidak bisa dipertimbangkan lagi karena tidak sah dan bahkan tidak memenuhi syarat.
“Gugatan para penggugat tidak memenuhi persyaratan class action. Oleh karenanya gugatan para penggugat harus dinyatakan tidak sah sebagai gugatan class action,” ujar Dwi dalam persidangan yang digelar di PN Surabaya, Senin (3/8/2018).
Majelis hakim menegaskan, berdasarkan dalil yang dikemukakan para penggugat, mereka mengaku sebagai korban atas kebijakan pemerintah, dalam hal ini Wali Kota Surabaya, Tri Rismaharini. Jika demikian, kata Dwi, semestinya para penggugat membawa kasus tersebut ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN), bukan ke Pengadilan Negeri.
Baca juga: KPU Segera Bertemu Bawaslu untuk Bahas Eks Napi Korupsi Nyaleg
“Megingat dalam gugatannya penggugat berdalil, para penggugat adalah korban atas kebijakan pemerintah dalam melakukan penutupan lokalisasi Jarak-Dolly, seharusnya gugatan terhadap tergugat diajukan ke pengadilan tata usaha negara. Karena ini konflik kepentingan antara pemerintah dan masyarakat, dimana dirasa ada kerugian bagi masyarakat,” ujar Dwi.