Jakarta – Hukuman 18 bulan penjara yang diberikan kepada Meliana akhirnya dikomentari oleh Setara Institute. Mereka menilai bahwa keputusan tersebut kerap di intervensi oleh pihak tertentu.
Melalui rilis pers kemarin Kamis, Hendardi selaku Ketua Setara Institute mengatakan bahwa “Intoleransi bukan hanya tumbuh di tengah masyarakat tetapi juga merasuk ke banyak kepala aparat penegak hukum dan para penyelenggara negara,”
Dirinya menilai bahwa saat ini intoleransi berkembang biak di Tanah Air terjadi sejak 2004, saat Presiden Susilo Bambang Yudhoyono memimpin dan membiarkan aspirasi intoleransi itu hingga 10 tahun masa kepemimpinannya.
Sedangkan hingga hampir empat tahun masa kerjanya, Presiden Jokowi juga menurut Setara, nyaris tidak mengambil tindakan nyata mengatasi intoleransi dan pelanggaran kebebasan beragama dan berkeyakinan. Terbukti kata dia, sidang penistaan agama selalu terjadi di bawah tekanan massa.
“Pascaperusakan vihara dan klenteng oleh kerumunan massa (mob) dengan desakan ormas dan kelompok-kelompok intoleran, MUI Sumatera Utara mengeluarkan fatwa bahwa Meiliana melakukan penistaan agama,” kata dia.
“Selama proses peradilan, persidangan selalu diwarnai tekanan psikologis terhadap hakim, jaksa, terdakwa serta penasihat hukumnya dengan kehadiran anggota ormas seperti FUI dan kelompok-kelompok intoleran,” lanjut Hendardi.
(Ikhsan Djuhandar – www.harianindo.com)