Ramallah – Pangeran William melanjutkan kunjungannya dalam rangkaian tur Timur Tengah ke wilayah Palestina setelah sebelumnya mengunjungi Israel pada Rabu (27/6/2018).
Bertemu dengan Presiden Palestina Mahmoud Abbas di Ramallah, Pangeran William menuai kritik setelah menyebut wilayah Palestina sebagai “negara”.
“Terima kasih karena telah menyambut saya dan saya sangat senang bahwa kedua negara kita telah bekerja sama sangat erat dan memiliki kisah sukses dalam kerja sama pendidikan dan bantuan di masa lalu,” kata Pangeran William saat bertemu Abbas.
Negara-negara Barat umumnya berupaya tidak merujuk wilayah Palestina dengan sebutan negara, meskipun mendukung harapan warga Palestina untuk memiliki kedaulatan di masa depan.
Usai insiden “pernyataan” Pangeran William, kantor luar negeri Inggris tidak memberikan komentar langsung terkait pemilihan kata-kata anggota keluarga kerajaan itu.
“Pemerintah Inggris mendukung pembentukan negara Palestina yang berdaulat, merdeka dan layak untuk hidup dalam damai dan aman, berdampingan dengan Israel.”
“Inggris akan mengakui negara Palestina pada saatnya itu dapat membantu mewujudkan perdamaian,” bunyi pernyataan kerajaan dikutip AFP.
Saat tiba kembali di Yerusalem, Pangeran William kembali memberikan pidato. Kali ini dia menyerukan perdamaian serta menyampaikan kepada rakyat Palestina bahwa mereka belum dilupakan.
“Sungguh sebuah kesulitan luar biasa yang dihadapi para pengungsi dan saya hanya bisa membayangkan sulitnya hidup dalam kondisi seperti ini dengan sumber daya yang terbatas dan kurangnya kesempatan.”
“Namun pesan saya malam ini adalah bahwa Anda semua belum dilupakan,” kata William di hadapan pengungsi di Kamp Jalazone, di dekat Ramallah.
Selama di Ramallah, Pangeran William turut berkesempatan menghabiskan waktu bersama para pengungsi dengan menyaksikan tarian tradisional dan mencicipi kopi serta makanan khas Palestina.
Pangeran juga sempat bermain sepak bola bersama dengan anak-anak Palestina. Kedatangan Pangeran William di Palestina menjadi tujuan terakhir dalam kunjungan resmi pertama oleh anggota kerajaan Inggris ke wilayah konflik tersebut. (Tita Yanuantari – www.harianindo.com)