Jakarta – Ketua Umum (Ketum) Partai Gerindra, Prabowo Subianto menyebut jumlah total hutang Indonesia hingga hari ini hampir mencapai Rp 9.000 triliun. Lantas, bagaimana Istana menjelaskan hal tersebut ?
“Yang utang pemerintah kan sekitar Rp 4.000 triliun. Saya jelaskan itu terkelola baik. Saya jelaskan, akibat pengelolaan utang yang bagus itu kan, ini perlu saya sampaikan, fix rating bulan Desember menaikkan rating kita menjadi BBB. Kemudian Moody’s pada April 2018 menjadi BAA2. Kemudian SP pada Mei menjadi BBB minus. Itu semua menunjukkan pengelolaan ekonomi kita makin bagus,” jelas Staf Khusus Presiden Joko Widodo (Jokowi) bidang ekonomi Ahmad Erani Yustika saat dimintai konfirmasi, Senin (25/6/2018).
Dia mengatakan bahwa Prabowo mengutip data yang dikeluarkan dari Moody’s. Erani meminta Prabowo untuk membaca secara utuh dan terperinci data tersebut. Erani menjelaskan soal utang Rp 3.850 triliun milik lembaga keuangan negara yang disebut oleh Prabowo.
“Tadi Pak Prabowo mengambil data dari Moody’s. Itu bulan April 2018 menaikkan rating kita yang BAA2 itu. Saya harap, kalau membaca data, utuh, jangan satu sisi dan salah baca,” kata Erani.
Dia membenarkan angka tersebut memang hutang, namun hutang tersebut bersifat operasi koorporasi. Erani menyayangkan apabila Prabowo membaca data tersebut mentah-mentah dari timnya.
“Itu Rp 3.800 triliun itu dana publik, orang yang menabung itu. Betul itu utang. Tapi dalam akuntansi, karena itu jasa perbankan, utang tadi diberikan ke orang yang membutuhkan uang, disebut kredit. Itu yang mendapatkan bunga. Seperti BNI, BRI, Mandiri, BTN, itu kan setiap tahun dapat laba yang gede. Jadi kuncinya itu operasi koorporasi. Namanya bank mengumpulkan uang dari masyarakat,” urai Erani.
“Kata kuncinya itu operasi korporasi. Kan kasihan kalau kemudian, saya kasihan beliau diberi laporan yang tidak cermat dari timnya. Kita menyayangkan itu,” pungkasnya.
(Ikhsan Djuhandar – www.harianindo.com)