Washington – Pilot militer Amerika Serikat (AS) mengaku jadi target serangan laser ketika tengah terbang di Laut China Selatan.
Juru bicara Komando Indo-Pasifik Mayor Cassandra Gesecki berkata, pilot tersebut telah mendapat serangan laser itu lebih dari 20 kali dalam 10 bulan terakhir.
Serangan pertama ke pilot itu pertama kali dilaporkan terjadi pada September 2017 di kawasan kepulauan yang diklaim oleh China. “Dari informasi yang kami terima, serangan itu dilakukan dari darat dan kapal nelayan,” kata Gesecki dilansir Japan Times Jumat (22/6/2018).
Media AS mengutip pernyataan seorang pejabat militer anonim bahwa serangan itu datang dari sebuah kapal nelayan berbendera China. Serangan di Laut China Selatan itu terjadi setelah dua mata pilot AS dilaporkan cedera karena terkena laser di Djibouti.
Serangan yang dilaporkan terjadi pada Mei lalu itu membuat Pentagon mengirimkan nota protes resmi kepada militer China menuntut diadakannya investigasi.
Japan Times memberitakan, China mempunyai “milisi laut” yang sengaja dilatih dan dibekali peralatan seperti GPS untuk beroperasi di Laut China Selatan dan Laut China Timur.
Menggunakan kapal nelayan, milisi itu mempunyai peran penting dalam mengamankan teritori China yang diklaim di Laut China Selatan.
Para milisi tersebut tidak menggunakan laser standar militer seperti yang diyakini digunakan China untuk mengintervensi pilot AS di Djibouti.
Baca juga: Raja Abdullah Bakal Segera Lakukan Pertemuan dengan Trump
Mereka menggunakan laser komersial skala kecil yang dikenal dengan laser “cat grade”. Meski begitu, laser itu sudah cukup membuat cedera pada mata.
Gesecki melanjutkan Pentagon telah memberikan instruksi agar insiden serangan laser yang sudah terjadi sejak 2017 tidak terulang kembali. “Setiap unit yang beroperasi di kawasan baik Laut China Selatan maupun tempat lain diharuskan membawa peralatan pelindung mata dari laser,” kata Gesecki. (Tita Yanuantari – www.harianindo.com)