Bandung – Sekretaris Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Provinsi Jawa Barat, Junaedi, mengungkapkan penyimpanan dana APBD dalam deposito di Bank BJB sudah sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Menurut Junaedi pada Senin (18/6/2018), penyimpanan dana dalam bentuk deposito tersebut merupakan bagian dari manajemen kas daerah yang setiap tahunnya diaudit oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
“Sejauh ini, penyimpanan dana APBD dalam bentuk deposito di BJB tidak ada masalah. Setiap tahun kita diaudit BPK dan hasilnya tidak ada temuan. Sebab, apa yang kita lakukan itu sudah sesuai dengan ketentuan dan tidak ada masalah,” ujar Junaedi.
Junaedi menyatakan hal tersebut sehubungan dengan adanya laporan dari Beyond Anticorruption dan Inisiatif ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Kedua LSM ini melaporkan Gubernur Jabar, Ahmad Heryawan, dengan dugaan adanya pelanggaran hukum dalam pengelolaan deposito yang dimiliki Pemprov Jabar.
Menyinggung tentang tingginya bunga deposito yang diberikan BJB kepada Pemprov Jabar, Junaedi menjelaskan suku bunga yang didapatnya sesuai dengan bunga yang diatur oleh Lembaga Penjamin Simpanan (LPS). Hasil dari bunga deposito pun masuk ke kas daerah sebagai pendapatan asli daerah.
“Tidak ada perlakuan istimewa dari BJB. Semua dilakukan sesuai dengan kaidah perbankan yang prudent, walaupun Pemprov Jabar pemegang saham BJB. Perbankan ini kan memiliki aturan yang ketat. Praktik perbankan diawasi oleh Bank Indonesia dan Otoritas Jasa Keuangan. Mana mungkin bisa main mata untuk mendapatkan bunga yang tinggi. Kita juga patuh terhadap ketentuan yang berlaku,” tutur Junaedi.
Baca juga: Kota Tua Semrawut, Sandiaga Bakal Segera Panggil Dinas UMKM
Junaedi menjelaskan, besaran bunga deposito yang diterima Pemprov adalah 6-7 persen. Angka itu sesuai dengan rate BI. Hanya saja, besaran bunganya dihitung harian serta bersifat breakable. Artinya, dana bisa dicairkan kapan saja sesuai kebutuhan dan tidak terkena pinalti. (Tita Yanuantari – www.harianindo.com)