Jakarta – Musyawarah nasional (Munas) yang digelar oleh ulama non-MUI dinilai sebagai sebuah implementasi demokrasi. Hal tersebut sebagaimana yang disampaikan oleh Wakil Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) KH Zainut Tauhid Sa’adi.
Di negara yang menganut sistem demokrasi, memang tidak ada larangan orang untuk berkumpul, bermusyawarah dan mengeluarkan pikiran dan pendapat baik dalam bentuk lisan maupun tulisan. Kiai Zainut berpendapat bahwa hal tersebut tak akan memecah belah ulama.
“Memang harapan kami, umat Islam Indonesia itu bisa bersatu baik dalam masalah keagamaan maupun dalam pengembangan dan penguatan kehidupan di semua bidang lainnya, seperti bidang sosial, ekonomi dan politik, yang semua itu dimaksudkan untuk membangun Indonesia yang lebih baik dan berkemajuan,” tuturnya, Selasa (12/6/2018).
Akan tetapi, perlu disadari untuk menuju persatuan umat itu bukanlah sesuatu yang mudah direalisasikan. Zainut menilai bahwa perbedaan pendapat itu bisa ditoleransi sepanjang perbedaan itu masih dalam koridor hukum dan konstitusi.
“Perbedaan itu harus diterima sebagai kewajaran dalam ikhtiar untuk mendewasakan demokrasi di Indonesia. Yang terpenting harus tetap dijaga persaudaraan (ukhuwah) baik ukhuwah Islamiyah (Islam) maupun ukhuwah wathaniyah (kebangsaan),” tandasnya.
(Ikhsan Djuhandar – www.harianindo.com)