Jakarta – Rencana Pemprov DKI Jakarta untuk menggelar sholat tarawih di Monumen Nasional (Monas) mendapatkan kritikan dari berbagai pihak. Salah satunya dari PP Muhammadiyah.
PP Muhammadiyah menyarankan agar sholat tarawih lebih baik digelar di dalam masjid agar tidak menimbulkan konflik antarmasyarakat.
“Rencana gubernur dan wakil gubernur yang akan menyelenggarakan salat tarawih di Monas hendaknya ditinjau ulang untuk menghindarkan polemik di kalangan umat, juga untuk menghindarkan konflik antarmasyarakat yang potensi untuk itu ada,” kata anggota Lembaga Hubungan dan Kerjasama Internasional (LHKI) PP Muhammadiyah, Heri Sucipto kepada, Senin (21/5/2018) lalu.
Selain itu, momen yang berdekatan dengan Pilkada, Pilpres, dan Pileg ini dirasa sarat muatan politis.
“Timing-nya yang tidak tepat, terutama saat ini bangsa Indonesia sedang dalam proses pesta demokrasi, yakni Pilkada usai lebaran bulan depan, dan Pileg serta Pilpres tahun depan,” ujar Heri.
“Dalam situasi seperti ini, maka sulit dihindarkan dari pandangan dan penilaian publik bahwa salat tarawih di Monas bermuatan politis. Saya sendiri tidak yakin salat tarawih di Monas hanya dilakukan semata salat saja, pasti akan ada ceramah dan tausiyah-tausiyah dari berbagai ulama,” imbuhnya.
Menurut Direktur Pusat Kajian Keamanan dan Strategi Global (PKKSG) Universitas Muhammadiyah Jakarta (UMJ) ini, Pemprov DKI Jakarta lebih banyak mengajak masyarakat untuk memenuhi masjid-masjid yang memiliki daya tampung yang banyak, seperti Masjid Istiqlal misalnya.
“Ini (mendorong warga ke masjid) jauh lebih bijak dan mencerdaskan umat ketimbang memerintahkan warga Jakarta salat tarawih di Monas,” tuturnya.
(samsul arifin – www.harianindo.com)