Jakarta – Sudah sejak tahun 2016 silam, Revisi UU 15/2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme masih terus bergulir hingga sekarang. Terkait lambannya pembahasan RUU Antiterorisme tersebut, Anggota DPR dari Fraksi PKS Mardani Ali Sera meminta masyarakat untuk bisa memakluminya.
“Jadi dimaklumi kalau prosesnya lambat. Tapi tidak bisa ditolerir kalau kita memperlambat diri,” kata Mardani dalam diskusi di restoran Gado-gado Boplo, Menteng, Jakarta Pusat, Sabtu (19/5/2018).
Hal tersebut lantaran RUU Antiterorisme dibahas secara komprehensif. DPR ingin RUU Antiterorisme ini kedepannya bisa berlaku untuk jangka panjang dalam pencegahan dan penanggulangan kasus terorisme.
“UU ini berharap bisa menjangkau 10 sampai 20 tahun ke depan. Jangan kayak UU Pemilu, tiap mau pemilu berubah lagi. Itu saya setuju,” ujar Mardani.
“Sekarang negara hadir. Program deradikalisasi ada. Semua ada. Jadi memang lambat. Karena setiap hal dalam UU ini kita memikirkan konsekuensinya,” imbuhnya.
Mardani melanjutkan bahwa RUU Antiterorisme adalah inisiatif dari pemerintah sendiri. Melalui Pansus RUU Terorisme, DPR telah membuat 122 daftar inventarisasi masalah (DIM) saat revisi UU ini dibahas. Saat ini, setidaknya tinggal lima masalah yang masih terus dibahas. Kelimanya adalah soal definisi, masa penahanan, penyadapan, pelibatan TNI, dan hukuman mati.
“RUU ini adalah inisiasi pemerintah. DPR sudah membuat 122 DIM. Itu kita membahas. Ujungnya sekarang tinggal lima. Definisi, masa penahanan, penyadapan, pelibatan TNI, dan hukuman mati,” jelas Ketua DPP PKS itu.
(Ikhsan Djuhandar – www.harianindo.com)