Jakarta – Hingga memasuki April 2018 ini, belum ada juga tanda-tanda Ketua Umum Gerindra Prabowo Subianto mengumumkan dirinya untuk maju pada Pilpres 2019 mendatang.
Mengapa?
Sebelumnya, Prabowo sendiri juga belum memberikan jawaban tegas apakah dia akan maju atau tidak melawan petahana Joko Widodo.
“Saya akan ambil keputusan bersama dengan semua rekan-rekan, dan pada saat yang tepat, tentunya keputusan itu akan saya sampaikan kepada kalian, kepada rakyat Indonesia,” kata Prabowo, di kediamannya, di Jalan Kertanegara, Jakarta Selatan, awal Maret lalu.
Meski Prabowo belum memberikan pernyataan resmi soal pencapresan dirinya, namum seluruh jajaran Partai Gerindra, baik di daerah maupun pusat, telah sepakat untuk memajukan kembali Prabowo pada Pilpres 2019.
“Mantap, sudah mantap,” kata Wakil Ketua Umum Gerindra Ferry Juliantono, belum lama ini.
“Kami sedang menunggu dukungan dari luar Gerindra. Kalau internal Gerindra sudah selesai,” imbuhnya.
Kalau Gerindra memang telah sepakat, mengapa Prabowo belum juga mendeklarasikan diri?
Menurut Wakil Direktur Eksekutif Pusat Kajian Politik Universitas Indonesia, Hurriyah, Prabowo kemungkinan masih menunggu hasil Pilkada 2018 sebagai tolok ukur pencalonan dirinya.
“Saya melihat Gerindra akan menunggu Pilkada 2018 ini untuk mengukur sejauh mana dukungan untuk Prabowo. Mungkin setelah Pilkada 2018, Gerindra akan lebih mantap mengukur apakah Prabowo masih bisa dicalonkan lagi sebagai presiden,” kata Hurriyah.
Kemungkinan lainnya, karena dalam tubuh Gerindra diduga telah terpecah, antara yang menginginkan Prabowo menjadi capres dengan yang menginginkan agar Prabowo menjadi ‘king maker’ saja.
“Sejarahnya sudah kelihatan. Setiap kali Prabowo mencalonkan orang, orang itu menang. Waktu mencalonkan diri Jokowi sebagai gubernur DKI pada 2012, kemudian Ahok, lalu Anies Baswedan. Argumen itu dipakai orang-orang yang ingin Prabowo jadi king maker saja, nggak usah maju (di pilpres 2019),” papar Hurriyah.
Selain itu, masalah pendanaan juga menjadi masalah krusial yang menjadi pertimbangan Prabowo untuk maju. Hal ini dikuatkan dengan pernyataan Wakil Ketua Dewan Pembina Partai Gerindra, yang juga adik Prabowo, Hashim Djojohadikusumo, soal masalah usia, kesehatan, dan logistik.
“Cukup atau tidak logistiknya? Kan harus begitu,” kata Hashim di Kompleks Parlemen, Rabu (28/3/2018).
Masalah pendanaan ini juga dinilai Direktur Eksekutif Lembaga Survei Indikator Politik Indonesia, Burhanudin Muhtadi, sebagai salah satu pertimbangan penting bagi Prabowo untuk maju.
Menurut perhitungan Burhanuddin, bila satu saksi Gerindra di sebuah tempat pemungutan suara (TPS) digaji sebesar Rp1 juta, maka dana yang dibutuhkan bagi saksi di 800.000 TPS mencapai Rp 800 miliar.
“Belum lagi sosialisasi, kampanye, itu triliunan biayanya kalau mau serius kerja politik. Nah, kalau cawapresnya relatif bisa memenuhi kebutuhan logistik Prabowo, ya mungkin saja dipertimbangkan,” papar Burhanudin.
(samsul arifin – www.harianindo.com)