Jakarta – Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto membantah tuduhan yang diungkapkan oleh terdakwa kasus korupsi e-KTP Setya Novanto terhadap para kadernya, Puan Maharani dan Pramono Anung. Setnov mengatakan bahwa keduanya juga menerima uang proyek e-KTP sebesar masing-masing USD 500 ribu.
Hasto mengatakan bahwa posisi politik PDI Perjuangan selama 10 tahun pemerintahan SBY saat itu berada di luar pemerintahan. Tidak ada representasi menteri PDI Perjuangan di jajaran Kabinet Indonesia Bersatu selama 10 tahun.
“Kami menjadi oposisi. Di dalam beberapa keputusan strategis yang dilakukan melalui voting, praktis PDI Perjuangan selalu “dikalahkan”, misal penolakan impor beras, penolakan UU Penanaman Modal dan UU Free Trade Zone. Dengan demikian tidak ada posisi politik yang terlalu kuat terkait dengan kebijakan E-KTP sekalipun,” kata Hasto di Jakarta, Kamis (22/03/2018).
Oleh karena itu Hasto menduga bahwa tudingan tersebut dilakukan dengan tujuan adanya upaya yang mencoba membawa persoalan tersebut sebagai bagian dari tanggung jawab PDI Perjuangan.
Baca juga : Tanggapan Fahri Hamzah Usai Setnov Catut Nama Puan dan Pramono
“Kami bukan dalam posisi designer, kami bukan penguasa. Dengan demikian atas apa yang disebutkan oleh Bapak Setnov, kami pastikan tidak benar, dan kami siap diaudit terkait hal tersebut,” jelasnya.
Selain itu, Hasto menilai bahwa adanya kecenderungan terdakwa dalam kasus tipikor menyebut sebanyak mungkin nama, demi menyandang status justice collaborator.
“Apa yang disampaikan Pak Setya Novanto hari ini pun, kami yakini sebagai bagian dari upaya mendapatkan status tersebut demi meringankan dakwaan,” pungkasnya.
(Muspri-www.harianindo.com)