Jakarta – Utang pemerintah pusat hingga akhir Januari 2018 lalu ternyata mencapai Rp 3.958,66 triliun. Angka ini meningkat sekitar Rp 19,96 triliun dari posisi utang pada Desember 2017 yang sebesar Rp 3.938,7 triliun.
Jika dihitung dari sisi rasio, sebenarnya utang pemerintah pusat ini menurun dibanding posisi akhir Desember tahun lalu yang mencapai 29,2 persen dari PDB yang nilainya sebesar Rp 13.476 triliun.
Jika memperhatikan dari buku APBN KITA yang dirilis Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati, tertulis bahwa utang senilai Rp 3.958,66 triliun itu terdiri dari pinjaman sebesar Rp 752,38 triliun atau sekitar 19 persen dan Surat Berharga Negara (SBN) sebesar Rp 3.206,28 triliun atau 81 persen.
Luky Alfirman selaku Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) Kemenkeu mengungkapkan bahwa “Berdasarkan ketentuan Undang-Undang (UU) Keuangan Negara Nomor 17 Tahun 2003, level tersebut masih berada pada kondisi aman,”
Sedangkan disisi lain, Pemerintah saat ini sedang melakukan pengelolaan utang dengan hati-hati dan berprinsip bahwa setiap rupiah yang diperoleh melalui utang, harus dapat digunakan untuk membiayai belanja pembangunan yang menghasilkan manfaat lebih besar dari biaya utangnya.
Manfaat dari utang pemerintah tersebut tidak hanya manfaat finansial. Namun, juga ekonomis yang sering tidak terlihat kasatmata dalam hitung-hitungan angka, tapi dapat dirasakan dan diukur dengan pendekatan-pendekatan (proxy) tertentu.
(Ikhsan Djuhandar – www.harianindo.com)