Jakarta – Dalam beberapa hari kebelakang, muncul kasus intolerensi yang sangat disayangkan. Dimana beberapa kasus tersebut ialah persekusi (pengusiran) kepada Biksu Mulyanto Nurhalim dan penyerangan di Gereja St Ludwina, Sleman.
Tentu saja hal tersebut menjadi tamparan keras bagi para tokoh agama dan pemerintah. Apalagi belum lama ini mereka baru saja menyelenggarakan Musyawarah Besar Pemuka Agama untuk Kerukunan Bangsa, 8-10 Februari 2018, di Jakarta.
Dan kali ini Hendardi selaku Ketua Setara Institute memberikan keterangan tertulisnya, inilah isi dari keterangan beliau :
Setara Institute mengutuk seluruh kebiadaban yang sarat dengan sentimen keagamaan tersebut. Setara ingin mengingatkan ulang kepada Pemerintah, pemuka agama, dan elite ormas-ormas keagamaan bahwa potret riil kerukunan itu terletak di tingkat akar rumput. Kerukunan antar umat beragama tidak cukup hanya dibangun secara simbolik-elitis dalam acara-acara pertemuan antar agama. Potret kerukunan yang riil dapat dilihat dalam relasi antar umat di level bawah, bukan di atas meja rapat dan ruang-ruang seremonial antar pemuka agama,” katanya.
Setara Institute mengapresiasi inisiatif pemerintah dan para pemuka agama untuk duduk bersama membangun kesepahaman tentang etika lintas umat demi kerukunan bangsa dan umat beragama. Namun, hal itu tentu tidak cukup. Pemerintah, pemuka agama dan elite organisasi keagamaan harus melakukan tindakan konkrit untuk menghentikan persekusi terhadap identitas keagamaan yang berbeda, khususnya atas mereka yang minor, umat agama yang sedikit. Pemerintah, pemuka agama, dan elite ormas keagamaan sesuai otoritas masing-masing hendaknya mencegah dan menghentikan provokasi di ruang-ruang syiar agama yang membangkitkan perasaan tidak aman (insecured), kebencian (hatred), dan kemarahan (anger) yang dapat memicu tindakan main hukum sendiri (vigilante) dan penggunaan kekerasan (violence) seperti yang terjadi di Sleman, Tangerang, Bandung, juga Bantul dalam dua minggu terakhir.
Aparat keamanan hendaknya mewaspadai dan mencegah pola-pola gangguan keamanan yang menyasar tokoh-tokoh agama dan menggunakan sentimen keagamaan untuk memecah belah umat beragama dan menghancurkan kerukunan di tingkat akar rumput. Pertama-tama, tentu dengan penegakan hukum yang profesional, terbuka, adil dan tidak memihak. Aparat tidak boleh tunduk terhadap kelompok-kelompok intoleran dalam penegakan hukum itu. Setara berkali-kali mengingatkan, lemahnya penegakan hukum atas kasus-kasus serupa di atas akan mengundang kejahatan lain yang lebih besar.
Kepada para politisi, Setara mengingatkan agar seluruh proses kompetisi politik pada tahun elektoral berkaitan dengan Pilkada dan Pilpres mendatang hendaknya dijauhkan dari penggunaan segala cara yang memolitisasi sentimen primordial, khususnya agama, untuk kepentingan jangka pendek pemilihan. Kerukunan antar elemen bangsa dan ikatan kebangsaan di antara mereka terlalu luhur untuk dirusak demi dipertukarkan dengan jabatan politik jangka pendek apapun.
(Ikhsan Djuhandar – www.harianindo.com)