Solo – Pada Selasa (7/11/2017) kemarin sebelum akad nikah, Kahiyang Ayu bersama keluarga melangsungkan prosesi siraman dan malam midodareni.
Pada acara ini, ada sejumlah prosesi yang dilakukan, termasuk di antaranya yakni Presiden Joko Widodo harus menggedong putrinya, Kahiyang Ayu, sebagai simbol bahwa beban orang tua telah dipindahkan kepada menantunya.
Saat prosesi ini ada sedikit kelucuan dimana Jokowi tidak sanggup menggendong Kahiyang sehingga mereka hanya bisa tertawa.
Hal ini berbeda saat prosesi siraman putra pertama Jokowi dulu, Gibran Rakabuming Raka, dimana Jokowi masih bisa menggendong Gibran.
Selain prosesi menggendong Kahiyang, Jokowi dan Iriana juga melewati prosesi adat berjualan dawet kepada para tamu dan keluarga yang membelinya dengan menggunakan kereweng.
Setelah itu, Jokowi melakukan prosesi memasang bleketepe dan tuwuhan dengan mengenakan busana nyamping dengan corak cakar ayam.
Setelah itu prosesi kemudian dilanjutkan dengan siraman dimana air yang digunakan berasal dari tujuh mata air yang berbeda.
“Kemudian mencampur air siraman dari tujuh mata air yang berbeda,” ungkap Widarsi Suranto, pemandu acara siraman dan midodareni pernikahan Kahiyang Ayu dan Boby Nasution, kepada wartawan di Gedung Graha Saba Buana Solo, Rabu (1/11/2017) siang.
Tujuh mata air tersebut berasal dari Keraton Surakarta, Masjid Agung Solo, Masjid Mangkunegaran, Masjid Laweyan, Rumah Pribadi di Sumber-Solo, Istana Negara, dan Istana Bogor.
Siraman dilakukan orangtua, eyang, dan sesepuh putrid, sebagai simbol membersihkan jiwa dan raga.
“Harapannya agar kedua mempelai dalam menapak hidup baru dengan hati yang bersih dan bening,” ujar Widarsi.
Acara kemudian ditutup dengan midodareni, dimana dipercaya pada malam hari itu para bidadari akan turun memberikan restu kepada calon pengantin.
(samsul arifin – www.harianindo.com)