Jakarta – Pemijatan seringkali masih menjadi pilihan bagi masyarakat, khususnua di pedesaan, bila mengalami patah tulang daripad harus menjalani operasi di rumah sakit.
Selain biaya yang relatif sangat terjangkau, pemijatan dirasa lebih minim risiko dibanding dengan operasi. Namun apakah benar demikian?
Menurut Kepala Divisi HKGT Orthopaedic Center, Siloam Hospital Kebon Jeruk, Dr. dr. Franky Hartono, SpOT(K), seseorang yang mengalami patah tulang sebenarnya mengalami inflamasi atau peradangan pada bagian tulang tersebut. Bila dilakukan pemijatan maka sel tulang dapat berkembang biak secara tidak terkontrol dan risikonya bisa memicu pertumbuhan sel kanker.
“Urut atau pijat itu sangat membahayakan. Ada kasus di pedesaan dimana tingkat pengetahuan belum tinggi, anak kecil diurut karena patah tulang, lalu 1-2 bulan kemudian tumbuh tumor,” ujar dr. Franky dalam temu media peringatan Hari Osteoporosis di Siloam Hospital Kebon Jeruk, Rabu (25/10/2017).
Franky juga menambahkan, sebenarnya dengan kemajuan teknologi di dunia kedokteran masyarakat tidak perlu takut lagi dengan proses operasi karena kini ada teknik operasi minimal invasif, dengan waktu pemulihan yang lebih cepat.
“Operasi patah tulang bisa dilakukan dengan sayatan yang minim dan cedera minimal. Risiko komplikasi juga lebih rendah dibandingkan operasi konvensional,” tambah Franky.
Pada kesempatan yang sama, dr. Daniel Petrus Marpaung, SpOT menjelaskan, operasi dengan teknik minimal invasif juga membuat kerusakan jaringan menjadi lebih kecil.
“Mungkin biaya yang dikeluarkan mahal tapi kalau lihat faktor ekonomisnya, pasien bisa kembali produktif dengan pemulihan yang cepat, sehingga harganya relatif tidak berbeda jauh dengan operasi biasa,” terang dr. Daniel.
(samsul arifin – www.harianindo.com)