Jakarta – Rapat paripurna baru saja digelar hari ini, Selasa (17/10/2017) oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Tujuannya adalah untuk mengesahkan Rancangan Undang-Undang (RUU) terkait Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis.
Harapannya dengan adanya UU ini, tidak ada lagi istilah pribumi dan non pribumi. Hal itu diungkapkan oleh Ketua Pansus RUU Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis, Murdaya Poo.
“Dengan disahkannya RUU ini menjadi Undang-Undang maka sekarang tidak ada lagi kategorisasi pribumi dan non pribumi, persatuan bangsa betul-betul bisa dijaga sesuai Sumpah Pemuda dulu, satu nusa satu bangsa satu bahasa,” kata Murdaya menjelang rapat paripurna, Selasa (17/10/2017).
Ia menilai persoalan ras dan etnis dahulu sering menjadi persoalan dan tidak dibuat undang-undang yang memiliki sanksi. Masih hanya berupa KUHP biasa. Padahal Indonesia ini memiliki etnis yang cukup banyak sehingga perlu adanya sanksi dan hukuman yang lebih berat.
Baca juga : Inilah Penjelasan Anies Terkait Pidatonya yang Menjadi Polemik
Oleh karena itu dengan adanya sanksi dan hukuman yang berat, akan timbul rasa jera dengan ditambah sepertiga hukuman yang ditentukan di KUHP. Dan juga dengan adanya UU ini setiap orang mendapatkan perlindungan yang sama.
Salah satu contohnya jika orang Batak akan mengadakan acara di Jawa namun tidak diperbolehkan oleh Bupati yang orang Jawa.
“Maka bupati tersebut bisa di pidanakan, demikian pula kalau orang Batak tidak boleh masuk ke Universitas Tionghoa, maka rektor universitas tersebut bisa di tuntut,” jelasnya.
(Muspri-www.harianindo.com)