Jakarta – Presiden Joko Widodo diminta untuk segera mengevaluasi Panglima TNI Gatot Nurmantyo terkait bocornya informasi intelijen soal pembelian senjata yang disebutnya dilakukan oleh salah satu institusi negara sebanyak 5.000 pucuk senjata.
Hal tersebut diungkapkan Gatot dalam pertemuan silaturahmi dengan para purnawirawan TNI di Mabes TNI, Cilangkap, pada Jumat (22/9/2017) lalu.
Menurut Direktur Imparsial Al Araf, pernyataan Gatot tersebut tidak seharusnya dibuka karena itu adalah informasi intelijen.
Gatot dinilai telah melanggar UU Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI dan UU Nomor 17 Tahun 2013 tentang Intelijen.
“Presiden Jokowi dan DPR harus segera mengevaluasi Panglima TNI. Kami anggap pernyataan Panglima tersebut merupakan satu sikap yang tidak tepat dan tidak sejalan dengan UU TNI dan UU Intelijen,” ujar Al Araf saat konferensi pers di Kantor Imparsial, Tebet, Jakarta Selatan, Senin (25/9/2017).
Selain itu, informasi intelijen yang diungkapkan oleh Gatot ternyata keakuratannya lemah sebab Menko Polhukam Wiranto sendiri telah membantahnya.
“Padahal prinsip kerja intelijen itu seharusnya velox et exactus (cepat dan akurat). Info intelijen juga seharusnya bersifat rahasia. Akurasi dan validasinya juga lemah. Itu (pernyataan Panglima TNI) sudah dibantah Wiranto,” ujar Al Araf.
Seperti diketahui, Wiranto menjelaskan bahwa apa yang dinyatakan oleh Panglima TNI tidak tepat sebab ada miskomunikasi antara Panglima TNI, Kepala BIN Jenderal Budi Gunawan, dan Kapolri Jenderal Pol Tito Karnavian. Tapi hal tersebut sudah diselesaikan.
(samsul arifin – www.harianindo.com)