Jakarta – Perhatian dunia saat ini sedang terfokus pada krisis kemanusiaan atas etnis Rohingnya yang terjadi di Myanmar. Hal itu pula yang kini menjadi keprihatinan yang serius di Indonesia.
Oleh karena itu, Duta Besar (Duber) RI untuk Myanmar, Ito Sumardi, angkat bicara. Ia memberikan penjelasan untuh mengenai latar belakang krisis ini.
Dilansir dari laman Detikcom, Jumat (08/09/2017), berikut ini tulisan panjang mengenai krisis Rohingnya dari mantan Kabareskrim :
“Beberapa hari ini berita soal Rohinya sangat mengemuka di berita Regional dan Internasional, tapi lebih ramai lagi di berita nasional dan telah berdampak banyaknya pertanyaan teman-teman di tanah air tentang Myanmar dan Rohingnya. Untuk itu, saya sangat ingin berbagi sudut pandang dan beberapa fakta peristiwa terkait isu Rohingya sebagai orang yang sekarang tinggal di Yangon dan pernah secara langsung mengunjungi tempat kejadian peristiwa 9 Oktober 3026 termaasuk pemukiman etnis Rohingnya, melakukan wawancara bersama beberapa duta besar dan Keala Perwakilan PBB di Myanmar. Tulisan ini merupakan highlight saja dan akan saya susun pembahasan per-topik selanjutnya sebagai bagian penjelasan dari tulisan pertama ini.”
“Sejak tahun lalu sebenarnya konflik Rohingnya di Rakhine State sudah mengemuka dan menjadi perhatian dunia internasional, ASEAN dan Negara-negara Islam (OKI). Sejak awal Tahun ini bahkan Pemerintah Myanmar telah membentuk Advisory Commission yang dipimpin oleh mantan Sekjen PBB Kofi Anan. Bahkan beberapa tahun sebelumnya (2012) juga sudah ada persoalan tentang Rohingnya sehingga Indonesia kebanjiran pengungsinya.”
“Isu Rohingnya memang memang persoalan yang menahun di Myanmar yang belum terselesaikan hingga saat ini karena masalahnya sangat komplek dan tidak sesederhana yang dibayangkan masy ditanah air. Sejak persoalan kewarganegaraan dari etnis ini tidak dapat terakomodasi dengan baik dalam UU Kewarganegaraan Myanmar (Burma), Etnis Rohingnya juga terjerembab pada konflik horizontal dengan etnis Arakan yang menjadi suku mayoritas di Rakhine State, yang kemudian memuncak pada saat terjadinya kasus pemerkosaan dan pembunuhan antar dua kelompok etnis tersebut pada tahun 2012. Bahkan dalam konflik itu melibatkan tokoh agama, namun konflik itu sebenarnya juga berakar pada soal social economy, poverty dan etnisitas”
Baca juga : Begini Penjelasan Panjang Soal Krisis Rohingya Menurut Dubes RI di Myanmar
Dalam tulisan panjangnya itu, Ito Sumardi juga menyinggung soal kesalahpahaman yang terjadi di Indonesia terkait krisis etnis Rohingya.
“Saya jadi tergelitik juga kalau di tanah air justru isu Rohingnya digeser jadi sentimen keagamaan (Islam) yang diusung oleh beberapa organisasi-organisasi yang tidak memahami secara utuh apa yang sebenarnya terjadi disana, dan meminta pemutusan hubungan diplomatik antara indonesia dan myanmar. Pertanyaannya : “Apakah dengan pemutusan hubungan kita bisa menyampaikan pesan masyarakat Indonesia atau menyalurkan bantuan kemanusiaan kepada kelompok rohingnya maupun masyarakat yang membutuhkan disana?”.
“Setiap orang punya pendapat dan cara menyampaikan pendapat, tapi apabila kita secara realistis mengedepankan fakta dan keadilan, maka langkah atau upaya yang akan kita lakukan benar2 menjadi efektif. Isu Rohingnya adalah isu kemanusiaan. Indonesia, PBB, OKI ASEAN telah turun melihat persoalan ini secara komprehensif, baiknya kita tak ikut-ikutan memperuncing keadaan dengan dasar penilaian yang cuma berdasarkan berita-berita yang tidak terklarifikasi dan belum tentu kebenarannya.”
“Prinsipnya kita bersepakat agar peristiwa-peristiwa yang merupakan tragedi perikemanusiaan ini agar segera dihentikan oleh seluruh pihak yang berkonflik di Myanmar. Kecaman kita tentunya tak hanya kepada pemerintah saja, namun juga kepada kelompok Rohingnya supaya tidak melakukan tindakan yang anarkis juga.”
“Berikanlah kesempatan kepada pemerintah myanmar untuk mempertimbangkan dan melaksanakan berbagai rekomendasi dari utusan pemerintah Indonesia sebagai negara sahabat tanpa kita berprasangka buruk terlebih dahulu agar suara kita, pesan kita, dan bantuan kemanusiaan kita dapat didengarkan dan dapat diterima daripada opsi pemutusan hubungan diplomasi yang merupakan langkah diplomasi drastis apabila ada pelanggaran permasalahan prinsip “antar dua negara”.”
Seperti itu cuplikan tulisan dari Ito Sumardi terkait etnis Rohingya. Ito menambahkan harapannya agar masyarakat Indonesia tetap menghormati hak kedaulatan Myanmar.
(Muspri-www.harianindo.com)