Jakarta – Pengamat politik Boni Hargens menuding, pernyataan Wakil Ketua Umum DPP Partai Gerindra Arief Poyuono yang mengajak masyarakat Indonesia memboikot Pilpres 2019, sebagai sikap yang inkonstitusional.
Terlebih apabila ajakan dikemukakan karena mencurigai penetapan syarat ambang batas pencalonan presiden 20-25 persen dalam UU Pemilu yang telah ditetapkan pada rapat paripurna DPR Kamis (20/7/2017), bertujuan menjadikan Joko Widodo sebagai calon tunggal presiden pada Pilpres 2019.
“Itu tidak konstitusional, karena presidential threshold itu sudah keputusan parlemen,” ucap Boni kepada awak media, Sabtu (22/7/2017).
Menurut Direktur Lembaga Pemilih Indonesia (LPI) ini, daripada mengajak rakyat melakukan hal yang tak konstitusional, lebih baik pihak-pihak yang tidak setuju dengan PT 20 hingga 25 persen menempuh proses hukum.
“Harusnya semua partai tunduk menjalankan perintah undang-undang. Ide boikot justru memancing keresahan dan kekacauan nasional,” ucapnya.
Boni lantas mengingatkan, ajakan memboikot pelaksanaan Pilpres 2019 terlalu provokatif dan amat berisiko bagi kehidupan kebangsaan.
Baca juga: Prabowo dan Jokowi Segera Bertemu Membahas Pilpres 2019
“Itu terlalu provokatif dan berisiko terlalu fatal untuk bangsa dan negara,” pungkasnya. (Yayan – www.harianindo.com)