Jakarta – Kapolri Jenderal Tito Karnavian mengakui bila saat ini Kepolisian memang menjadi target kelompok teroris untuk melakukan aksi.
Namun, dari beberapa korban Kepolisian baik itu dengan senjata tajam atau pun aksi ledakan bom, mayoritas memang menyasar personel yang bukan anggota tim Detasemen Khusus 88 Antiteror yang selama ini paling dibenci kelompok teror.
“Nyari Densus susah, karena mobile, yang gampang ya anggota di lapangan. Seperti di Tuban, anggota lalu lintas,” kata Tito di Monas pada Senin (19/6/2017).
Menurut Tito, para kelompok teror ini sengaja mengincar polisi selain dilandasi motif balas dendam atas penangkapan kelompok mereka baik hidup atau mati. Hal itu juga didasari oleh ideologi Takfiri yang mereka pahami. “Ini takfiri yaitu apapun yang bukan berasal dari Tuhan dianggap haram. Kalau manusia bukan kelompok mereka termasuk muslim (selain kelompoknya) juga boleh dibunuh (kafir),” kata Tito.
Ideologi Takfiri dalam kelompok teror, lanjut Tito, dibagi dalam dua kategori pengelompokan kafir, yakni Kafir Harbi dan Dzimmi. Untuk definisi Harbi, yakni dicirikan dengan kelompok kafir yang agresif menyerang para pemegang ideologi Takfiri.
Baca juga: Wakil Ketua Komisi IX DPR Nilai Kasus Mi Instan dengan Babi Dapat Menjadi Pelajaran bagi BPOM
“Harbi itu perang dalam bahasa Arab, jadi wajib diperangi duluan,” kata Tito.
Sementara untuk Kafir Dzimmi, adalah kebalikan dari Harbi. Mereka juga dianggap bukan kelompoknya namun tidak agresif menyerang mereka.
“Mereka yang dianggap kafir Dzimmi, suatu saat kalau mereka sudah menguasai negara maka kafir dzimmi harus membayar pajak kepada mereka itu konsepnya,” ujar Tito. (Tita Yanuantari – www.harianindo.com)