Jakarta – Kata “kriminalisasi ulama” menjadi sering terdengar di berbagai media, khususnya sejak, pemimpin Front Pembela Islam (FPI) Habib Rizieq ditetapkan sebagai tersangka dalam dua kasus berbeda.
Yang pertama, Rizieq ditetapkan sebagai tersangka oleh penyidik Polda Jawa Barat atas kasus dugaan pencemaran nama baik mantan Presiden Soekarno dan dugaan penodaan Pancasila.
Sedangkan kasus kedua yang kini sedang ramai diperbincangkan yakni kasus dugaan pornografi terkait perbincangan berkonten asusila lewat WhatsApp yang diduga dilakukan oleh Rizieq dan Firza Husein.
Beberapa pihak menilai bahwa upaya polisi untuk menjerat Rizieq merupakan bentuk kriminalisasi terhadap ulama, namun sebaliknya banyak pula yang menilai istilah tersebut sengaja dilemparkan untuk menarik simpati dan dukungan dari kaum muslim.
Terkait hal ini, Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia KH Ma’ruf Amin mengaku tidak mempunyai wewenang dan tidak bisa menilai apakah hal tersebut termasuk kriminalisasi atau bukan.
“Sebenarnya saya tuh tidak punya kewenangan untuk menyatakan itu kriminalisasi atau bukan. Makanya saya minta pertanyaan itu diarahkan kepada Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), saya minta agar Komnas HAM juga memberikan penjelasan tentang hal itu,” kata KH Ma’ruf Amin, Sabtu (10/6/2017).
Sedangkan soal kasus Habib Rizieq, Ma’ruf Amin menyarankan agar Rizieq mengikuti saja proses hukum yang ada, agar semuanya bisa menjadi jelas di depan pengadilan.
“Lebih baik ikuti saja proses hukum yang berlangsung, yang sedang berjalan. Nanti di pengadilan akan dibuktikan apakah seseorang bersalah atau tidak bersalah,” ujarnya.
“Maka kita tunggu saja bagaimana proses pengadilan itu. Karena bagaimanapun juga kebenaran itu akan muncul di pengadilan. Para hakim itu dengan pengalamannya, dengan kompetensinya, tentu akan memenuhi keadilan masyarakat,” tandasnya.
(samsul arifin – www.harianindo.com)