Jakarta – Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) bakal berhadapan dengan pemerintah di pengadilan. Oleh karena itu, Pakar hukum tata negara Yusril Ihza Mahendra telah memutuskan untuk mendampingi dan menjadi kuasa hukum HTI.
Yusril menjelaskan bahwa HTI pada (2/7/2014) silam telah terdaftar di Kemenkumham sebagai badan hukum. Namun, kini pemerintah berniat membubarkan HTI. Bahkan, Pemerintah meminta HTI tidak melakukan aktivitas. Padahal, belum ada putusan pengadilan terkait tentang HTI.
“Ini kan aneh, kalau sudah terdaftar tak ada istilah pengawasan. Kalau memang melakukan pelanggaran, lakukan langkah hukum,” ujar Yusril di kantornya, Ihza and Ihza Law Firm di kawasan Casablanca, Jakarta Selatan, Selasa (23/5/2017).
Yusril mengatakan, menurut Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan (Ormas) secara tegas memuat larangan mengenai penyebaran kebencian berlatar belakang suku, agama, ras dan antargolongan (SARA). UU tersebut juga melarang ormas mengajarkan paham yang bertentangan dengan Pancasila. Antara lain, ajaran ateis, marxisme dan komunisme.
Akan tetapi, kata Yusril, pemerintah justru langsung membatasi gerak HTI tanpa proses sebagaimana yang diatur di dalam UU Ormas. Misalnya, melayangkan peringatan terlebih dahulu. Jika ormas ternyata tidak menggubris peringatan pemerintah, maka baru bisa dibubarkan melalui proses peradilan.
“Anehnya terkait HTI, sampai saat ini belum pernah diajukan ke pengadilan. Bahkan langkah persuasif dengan mengundang HTI juga belum pernah dilakukan. Tapi seolah-olah HTI telah dibubarkan,” ucap Yusril.
Oleh sebab itu, mantan menteri hukum dan HAM tersebut mengingatkan pemerintahan Joko Widodo agar tetap taat pada aturan yang ada. Mantan menteri sekretaris negara tersebut juga meminta pemerintah untuk tidak mengulangi kesalahan masa lalu karena semaunya membubarkan ormas seperti yang terjadi pada tahun 1960-an.
Baca Juga : Bahasa Arab Digunakan Kader PKS Sebagai Kode Uang Suap
“Jadi dulu itu Presiden Soekarno membubarkan Masyumi hanya dengan keputusan presiden. Ini tentu sisi negatif yang jangan kembali terulang. Tapi ini malah hal-hal seperti itu kembali diberikan kepada Presiden Joko Widodo,” pungkas Yusril.
(bimbim – www.harianindo.com)