Jakarta – Ketua Setara Institute, Hendardi, memberikan pemahaman bahwa rencana pengacara Habib Rizieq Shihab (RS) untuk membawa masalah pemanggilan polisi ke pengadilan internasional hanyalah usaha yang sia-sia.
Hendardi jusru lebih menyarankan agar Rizieq segera memenuhi panggilan polisi untuk diperiksa agar kasusnya menjadi jelas.
“Pemeriksaan tidak selalu berujung pada status tersangka. Karena itu, sebagai pimpinan salah satu ormas, RS harus memberikan keteladanan dengan memenuhi panggilan Polri,” kata Hendardi dalam keterangan resmi, Sabtu (20/5/2017).
Menurut Hendardi, membawa masalah RS ke Mahkamah Internasional merupakan tindakan yang out of context karena pengadilan internasional didesain hanya untuk mengadili kasus-kasus yang spesifik dan dengan mekanisme yang khusus.
Hendardi kemudian menjelaskan, ada dua mekanisme hukum internasional yakni International Court of Justice (ICJ) dan International Criminal Court (ICC). ICJ mengadili sengketa antar negara atau badan hukum international seperti entitas bisnis. Jadi subyek hukumnya adalah entitas tertentu, bisa negara bisa juga non negara. Seperti sengketa perbatasan atau sengketa bisnis internasional.
“Dengan kata lain, ICJ adalah peradilan perdata internasional. Klaim kriminalisasi atas RS jelas bukan merupakan kompetensi ICJ,” terang Hendardi.
Sedangkan ICC, mengadili 4 jenis kejahatan universal, genosida, kejahatan perang, agresi, dan kejahatan kemanusiaan (crime againts humanity) yang memenuhi standar sistematis, terstruktur, massif, dan meluas.
“Jadi, kasus dugaan pornografi dan penyebaran konten pornografi jelas bukan kompetensi ICC. Apalagi ICC yang dibentuk berdasarkan Statuta Roma menuntut adanya ratifikasi dari negara-negara; dan Indonesia belum meratifikasinya. Jadi mau dibawa ke pengadilan internasional yang mana kasus RS ini oleh pengacara-pengacaranya?” ujar Hendardi.
Dan bila akan dibawa ke Dewan HAM PBB, hal tersebut juga tidak mudah karena yang bisanya membawanya adalah organisasi memiliki akreditasi status konsultatif. Sedang kasus-kasus yang dituduhkan kepada Rizieq adalah kasus asusila (pornografi) sampai penistaan, yang tentu saja tidak memiliki dampak signifikan internasional.
Dan yang terakhir, PBB juga menegaskan bahwa mekanisme internasional adalah the last resort atau upaya terakhir. Jadi, setiap kasus yang diduga berkaitan dengan pelanggaran kebebasan harus terlebih dahulu diselesaikan melalui proses hukum nasional yang kredibel.
“Sementara untuk kasus RS, jangankan proses pengadilan, diminta menjadi saksi saja sudah menghilang dan tidak kooperatif dengan bermacam alasan yg tidak logis,” sindir Hendardi.
(samsul arifin – www.harianindo.com)