Jakarta – Ketua Yayasan Makam Mbah Priok Wahyu, bercerita soal sejarah berdirinya Makam Mbah Priok dan wacana menjadikannya destinasi wisata religi yang berstandar internasional. Wahyu menunjukkan sodetan pada telapak tangan kirinya yang menjadi bagian penting dari cerita tersebut.
“Tahun 2010 itu kami ada 60 orang mati-matian mempertahankan, digempur habis sama Brimob,” katanya.
Cerita dari Wahyu tersebut merujuk kepada peristiwa (14/4/2010) silam, ketika bentrokan terjadi antara Satpol PP dengan warga dan santri. Selama bertahun-tahun lamanya, lahan seluas 3,4 hektar yang terletak di sebelah Jakarta International Container Terminal (JICT), menjadi rebutan antara PT Pelabuhan Indonesia (Pelindo) II dan ahli waris Habib Al Haddad.
Ketika itu, kabar perebutan lahan tersebut menjadi heboh. Beberapa tahun sebelumnya juga upaya penertiban berlangsung, akan tetapi selalu gagal lantaran santri dan warga berjuang mati-matian untuk mempertahankan. Menurut Wahyu, bentuk intimidasi dalam berbagai bentuk mulai dari upaya pengusiran, ancaman preman, hingga fitnah-fitnah soal makam pun pernah terjadi.
Warga di sekitar makam selalu bermusuhan dengan pemerintah mulai dari Pemprov, pelabuhan, dan polisi.
Akan tetapi, hal itu semua berbalik pada awal tahun ini, ketika Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) mengeluarkan SK penetapan Makam Mbah Priok agar dijaga dan diberlakukan seperti cagar budaya.
Baca Juga : Diancam Netizen, Fadli Zon Mengaku Tidak Takut Mati
“Sekarang gandeng Pemprov, biar Gubernurnya beda imannya sama kita, tapi dia baik sama rakyat, cinta sama habib, dan peduli,” kata Wahyu.
“Gubernur muslim bukan jaminan, buktinya waktu kita digusur, itu gubernurnya muslim, tapi mau hancurin makam habib,” kata Wahyu.
(bimbim – www.harianindo.com)