Jakarta – Kementerian Perhubungan telah melakukan revisi terhadap Peraturan Menteri Perhubungan (PM) 32/2016 terkait pengaturan tarif atas dan bawah yang diberlakukan untuk taksi online guna melindungi penumpang dan sopir.
Seorang netizen dengan akun @nerolla mempertanyakan kebijakan Kemenhub lewat akun Twitter @kemenhub151 yang dianggapnya anti teknologi.
“Pak Dirjen Hubdar. Bangsa Indonesia tdk boleh anti teknologi, kita harus ikut arus globalisasi.Cc @jokowi @KSPgoid @BudiKaryaS @kemenhub151,” demikian cuit @nerolla.
Mendapatkan komentar tersebut, Kemenhub lantas mencoba memberikan penjelasan.
“Kemenhub anti teknologi? Kalau Kemenhub anti teknologi anda tidak bisa berkomunikasi dengan Kemenhub melalui twitter Kemenhub151 ini. Kemenhub anti teknologi? Di Kemenhub sdh ada perizinan online, sertifikasi online baik di sektor transportasi darat, laut maupun udara,” balas Kemenhub dalam cuitannya.
“Kemenhub anti teknologi? Kalau anti teknologi, Kemenhub pasti tidak mendukung kereta api dan penerbangan pake sistem online. Kemenhub anti teknologi? Kemenhub saat ini sdg mendorong agar operator bus AKAP & operator kapal menggunakan sistem ticketing online,” lanjut Kemenhub.
Terkait revisi PM 32/2016, pihak Kemenhub telah melakukan uji coba pelaksaan dua kali yaitu di Jakarta pada tanggal 17 Februari 2017 dan di Makassar pada tanggal 10 Maret 2017.
“Pengaturan tarif batas atas dilakukan untuk melindungi konsumen agar tdk ada penaikan tarif seenaknya saat waktu-waktu tertentu. Waktu-waktu tertentu tersebut yaitu saat jam-jam sibuk dan saat permintaan tinggi,” cuit Kemenhub.
Sedangkan bagi pelaku usaha, agar terjadi persaingan usaha yang sehat dan ada keseimbangan atau kesetaraan dalam usaha angkutan.
(samsul arifin – www.harianindo.com)