Jakarta – Bagi seorang wanita bernama Theresia Monica Danis Rahayu, pernikahan merupakan salah satu peristiwa yang sakral. Pernikahan bukan hanya mengikatkan keduanya secara lahir dan batin. Namun, lebih dari itu, ijab dan kabul merupakan pintu menuju kebahagiaan akhirat.
Memang tidak ada yang menyangka terkait tentang Jodoh masing-masing. Hal tersebut seperti yang dirasakan oleh Theresia. Ia jatuh hati kepada seorang pria Muslim, yang kemudian menjadi suaminya. Mereka berdua berkenalan pertama kali ketika masa kuliah kerja nyata (KKN) di Gresik. Mereka berstatus sebagai mahasiswa Universitas Airlangga (Unair).
Mereka akhirnya memutuskan untuk menikah pada tahun 1996. Sebagai bentuk komitmen dalam ikatan suci tersebut, Theresia memutuskan untuk pindah ke agama Islam. Menurutnya, perpindahan keyakinannya tersebut dilakukan tanpa dorongan, terlebih lagi paksaan dari siapa pun, termasuk sang suami. Theresia memandang sosok suami sebagai nakhoda bagi bahtera rumah tangga.
Hanya, bukan semata-mata karena pernikahan lantas pindah agama. Tapi, lebih pada kesadaran dari saya sendiri untuk pindah agama, kata perempuan kelahiran Surabaya, September 1968 itu kepada Republika. Awalnya, keputusannya itu ditentang keras, terutama oleh Bude (bibi). Namun, Theresia perlahan-lahan meyakinkan Bude, sosok yang bahkan, sudah dipanggilnya dengan sebutan Mama itu sejak kecil.
Sejak kecil, Theresia mengalami dampak dari perceraian orang tua. Ketika berusia tiga tahun, pengasuhan Theresia dititipkan pada budenya. Dia menjadi begitu dekat dengan kakak perempuan ayahnya itu. Pada awalnya, Mama kecewa dan sampai menentang keputusan Theresia tersebut. Namun, Theresia tetap kukuh. Ia perlahan-lahan meyakinkan Mama bahwa dirinya kini bukanlah Theresia kecil.
Dia bebas mengambil pilihan dan mengemban konsekuensi dari pilihannya itu. Theresia kini mandiri dan siap mengambil keputusan terpenting dalam hidup. Theresia percaya, menjadi Muslimah bukan berarti memutuskan hubungan dengan keluarga. Apalagi, sang Bude telah mengasuhnya dengan sangat baik dan penuh kasih sayang.
“Aku bisa meyakinkan bahwa semua akan baik-baik saja. Bukan berarti aku memutuskan hubungan. Tidak anaknya (Mama) lagi. Meskipun sangat menentang, waktu aku ijab (pernikahan) di masjid, Mama bahkan mengantarkan, kata anak kedua dari empat bersaudara itu,” kata dia.
Sebagai seorang Mualaf, Theresia tidak merasakan kesulitan yang berarti ketika menjalani puasa untuk pertama kalinya. Pasalnya, Theresia mengakui, Islam bukanlah sesuatu yang asing baginya. Paman dan bibinya beberapa ada yang Muslim. Demikian pula dengan sejumlah sepupunya. Keakrabannya dengan lingkungan Islam membuat Theresia terbiasa dengan beberapa praktik ibadah. Misalnya, puasa Ramadhan. Dalam ajaran Kristen, Theresia sudah mengenal konsep puasa. Sang suami membimbingnya sepenuh hati.
Namun, Theresia mendapatkan pengetahuan keislaman yang lebih memadai justru dari sosok tetangga rumahnya, Bu M, yang juga tokoh lokal Muhammadiyah. Theresia mengenang, meskipun beragama Nasrani, Mama bersimpati dengan pergerakan Muhammadiyah. Sebab, organisasi ini dinilainya termasuk bermanfaat besar bagi masyarakat.
Baca Juga : Pengakuan Gadis Asal Manado Yang Menjadi Mualaf Karena Kagum Dengan Kearifan Rasulullah
“Kebetulan ada tetangga sekitar rumah. Dia seorang pengurus pondok pesantren putri Muhammadiyah. Mama kan dulu kalau ada apa-apa mengarahnya ke Muhammadiyah. Mama juga mendukung (Theresia belajar dengan tokoh Muhammadiyah),” kata dia.
(bimbim – www.harianindo.com)