Jakarta – Bagi kalangan sayyid, nama Zein Umar bin Smith memang sudah tidak asing. Dialah ketua umum organisasi pencatat keturunan Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam yang ada di Indonesia bernama Rabithah Alawiyah.
“Tidak semua keturunan Nabi, atau biasa disebut sayyid, adalah habib. Perkara menguji validasinya diurus oleh lembaga bernama Rabithah Alawiyah,” ungkap Habib Zein Umar bin Smith.
Jika anda tergolong sayyid atau segaris keturunan dari nabi, tempat inilah yang bakal mengeluarkan buku nasab (keturunan) nabi. Buku tersebut semacam sertifikat yang isinya silsilah keluarga Anda, dalam aksara Arab gundul, yang jika diruntut ke atas bakal ketemu dengan Fatimah Az-Zahra, putri Rasulullah.
Zein bin Umar mengungkapkan bahwa orang-orang Hadramaut dari golongan sayyid datang ke Nusantara lewat Muhammad al-Faqih Muqaddam bin Muhammad Shahib Mirbath. Jika dilihat dari silsilah dan sejarah keluarga, keturunan Nabi yang pindah ke Hadramaut dari Basrah ialah Ahmad al-Muhajiratau generasi ke-8 dari keturunan Ali bin Abi Thalib dan Fatimah Az-Zahra.
Dia pergi bersama dengan keluarganya. Sementara saudaranya, Muhammad bin Isa, tetap berada di Irak, di masa pemerintahan Khalifah Abbassiyah. Sebelum pergi ke Yaman, pria yang lebih dikenal Al-Imam Ahmad bin Isa tersebut semula hijrah ke Madinah dan Mekkah, sekitar 896 Masehi, di dekat kuburan buyutnya.
Ia pindah lantaran ketika itu beredar banyak fitnah bahwa keturunan Rasulullah bakal mengambil alih kekuasaan. Fitnah tersebut membuat pemerintah yang berkuasa ketika itu merasa cemas sehingga banyak keturunan Nabi yang diburu bahkan dibunuh.
“Imam Ahmad bin Isa tidak mau anak-anaknya terlibat dalam keruwetan politik, akhirnya dia bicara dengan saudaranya, Muhammad bin Isa, bahwa saya akan hijrah,” ujar Habib Zein.
Hadramaut, sebuah lembah yang cukup subur untuk ukuran negeri Yaman, tetap saja suatu negeri miskin, kering kerontang, dan tidak ada apa-apa, demikian kata Habib Zein.
“Dia memikirkan supaya anak dan keturunannya memegang agama dengan murni, tidak terkontaminasi segala macam masalah politik.”
“Zaman itu Hadramaut dihuni penduduk lokal, yang tidak memegang mazhab seperti kita. Ahmad bin Isa berdakwah di situ. Dia mendapatkan perlawanan-perlawanan, penolakan-penolakan yang cukup keras sehingga terjadi friksi, sampai dia mendapatkan murid dan pengikut,” ujarnya.
Keturunan dari Ahmad al-Muhajir inilah, hingga sampai ke Muhammad al-Faqih Muqaddam, yang pergi ke Asia Tenggara dan Nusantara.
“Dari tiga golongan orang-orang Hadramaut, yakni sa’adah, masyaikh, qabail, kita lebih mengenal sayyid. Golongan ini yang kemudian kita kenal juga dengan panggilan habib,” kata Habib Zein, seraya meluruskan istilah habib.
“Seharusnya kita harus bisa memilah antara sayyid dan habib. Apakah dia benar-benar baik, mengajar dengan ilmu dan akhlaknya juga baik, dan dia menjadi panutan?”
Banyak yang salah kaprah terkait tentang habib dan sayyid ini. Hal tersebut ternyata juga menjadi perhatian Habib Zein. Ia memberi catatan, tidak semua sayyid bisa dipanggil habib. Sebaliknya, setiap sayyid sudah pasti segaris keturunan dengan nabi.
Baca Juga : Penjelasan Mengapa Nabi Isa Disebut Lebih Banyak Di Alquran Dibanding Nabi Muhammad
“Sekarang titel habib itu terjadi degradasi, menjadi panggilan keakraban, untuk akrab,” ujarnya.
(bimbim – www.harianindo.com)