Jakarta – Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Arrmanatha Nasir menyatakan, adanya peningkatan kuota haji tahun ini bentuk keberhasilan diplomasi yang dibangun Indonesia dengan Kerajaan Saudi. Wakil Ketua DPR Fadli Zon tidak sependapat dengan pernyataan itu.
Fadli menilai, pandangan tersebut agak berlebihan. Sebab, penambahan kuota haji bagi Indonesia saat ini, sebenarnya lebih kepada kebijakan normalisasi kuota.
Diketahui, pada 2013, pemerintah Arab Saudi melakukan pemotongan kuota haji Indonesia. Kebijakan tersebut didasarkan pada pertimbangan Masjidil Haram yang sedang direnovasi. Jadi, kuota haji yang awalnya 211.000 dikurangi menjadi 168.800.
“Sehingga, jika tahun ini kuota haji ditingkatkan menjadi 221.000, itu lebih kepada pemulihan kuota, seiring dengan hampir tuntasnya renovasi perluasan komplek Masjidil Haram. Ini bukan prestasi luar biasa,” ujar Fadli dalam keterangannya di Jakarta pada Sabtu (14/1/2017).
Menurut dia, kebijakan serupa juga dilakukan oleh pemerintah Arab Saudi kepada negara lain seperti India dan Qatar. Kalaupun ada peningkatan kuota, jumlahnya baru mencapai 10 ribu. “Tidak cukup signifikan. Antrian jamaah haji masih tetap panjang,” ucap Fadli.
Legislator asal Jawa Barat itu menerangkan, saat ini penentuan kuota haji juga merujuk kepada kesepakatan Organisasi Konferensi Islam (OKI). OKI menyepakati masing-masing negara mendapat kuota satu per mil atau 1:1000.
Baca juga: Inilah Penilaian Ahok Terhadap Sylvi
Sementara, lanjut dia, jumlah masyarakat muslim di Indonesia tentunya telah mengalami peningkatan. Sehingga, jika ingin ada peningkatan kuota yang signifikan, selain kepada pemerintah Arab Saudi, upaya diplomasi Indonesia juga harus dilakukan terhadap OKI. “Agar kesepakatan tersebut dapat ditinjau ulang secara global,” sebutnya.
Fadli juga mengingatkan bahwa Indonesia punya dana haji yang sangat besar. Dana ini harus digunakan secara tepat. Terutama untuk meningkatkan kualitas pelayanan jamaah haji Indonesia.
Kata politikus Partai Gerindra itu, jangan sampai dana haji digunakan untuk peruntukan yang tidak tepat termasuk mendanai infrastruktur. “Dana tersebut adalah amanat umat kepada negara. Negara harus punya ikhtiar serius untuk melayani ibadah haji umat Islam Indonesia,” tutupnya. (Tita Yanuantari – www.harianindo.com)