Jakarta – Massa gabungan sejumlah ormas Islam akan memadati kawasan pusat Jakarta pada Jumat 4 November mendatang. Mereka akan berdemo, menuntut proses hukum pada calon gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama (Ahok), ditegakkan.
Demo ini adalah buntut dari pernyataan Ahok, ketika berkunjung ke Kepulauan Seribu beberapa waktu silam. Ahok kala itu menyinggung Surah Al Maidah yang dikaitkan dengan cara memilih pimpinan dan perkataan tak patut.
Semakin jadi polemik, Ahok tak segera meminta maaf. Dia baru mengakui kesalahannya setelah ramai diprotes sampai disikapi serius oleh Majelis Ulama Indonesia.
Demi menciptakan suasana demo yang aman dan tertib, Presiden Joko Widodo sampai bertemu ulama. Tak cuma Jokowi, sejumlah elite politik, juga sibuk mengadakan pertemuan. Ditambah lagi pengerahan personel pengamanan hingga belasan ribu.
Sebagai bekas orang nomor satu di Tanah Air, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) juga sempat bertemu dengan Wakil Presiden Jusuf Kalla pada Selasa malam kemarin. Diakuinya, dalam pertemuan itu menyinggung kondisi dan keamanan negara jelang pilkada serentak Februari 2017 mendatang, khususnya Pilgub DKI Jakarta dan demo 4 November mendatang
SBY tak mau menyikapi berlebihan demo Ahok pada Jumat lusa. Dia hanya berpesan, demo apapun tak harus dihindari. Dua periode menjadi Presiden, SBY mengklaim selalu terbuka dengan berbagai protes yang dialamatkan padanya lewat berbagai demo.
“10 Tahun saya jadi Presiden, sepanjang 10 tahun unjuk rasa ada terus mulai dari yang kecil menengah maupun yang besar,” ujar SBY di kediamannya saat menggelar konferensi pers, Cikeas, Rabu (2/11).
“Saya tidak alergi unjuk rasa,” imbuhnya.
Meski tak antidemo, dalam catatan merdeka.com, selama menjabat SBY sering tak ada di tempat saat demo besar-besaran di depan Istana.
Pada peringatan hari anti Korupsi pada 29 Desember 2009 lalu, ada unjuk rasa besar-besaran di Istana Negara. Ribuan orang menggeruduk Istana di Jalan Medan Merdeka Utara saat itu.
Namun sayang, saat aksi digelar SBY sedang berada di Bali untuk acara internal. Bahkan SBY sempat mencurigai aksi demo yang dilakukan oleh Gerakan Indonesia Bersih (GIB) itu.
Kemudian, pada 28 Januari 2010 lalu. Ribuan orang berdemo di depan Istana terkait 100 Hari Pemerintahan SBY.
Mereka mengusung lima isu dalam aksi kali ini. Yakni kegagalan Presiden SBY melindungi kedaulatan dan ketahanan ekonomi nasional. Lalu ketidakmampuan Yudhoyono menegakkan negara hukum dan memberantas korupsi.
Para pendemo juga menilai Yudhoyono gagal menyejahterakan dan melindungi petani, guru, nelayan, kaum miskin perkotaan, dan buruh migran. Selain itu, Yudhoyono dianggap gagal mencerdaskan kehidupan bangsa dan menyehatkan bangsa.
Namun saat demo berlangsung, Presiden SBY tidak berada di Istana melainkan menggelar acara di Banten, Jawa Barat. SBY meresmikan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) di Provinsi yang dipimpin oleh Ratu Atut Khosiyah tersebut.
Lalu pada 28 Maret 2012 silam, ketika Ibu Kota Jakarta dikepung demonstrasi menolak kenaikan harga BBM, Presiden SBY kembali tidak berada di Istana.
Padahal saat itu, massa berdemo di sejumlah titik seperti Gedung DPR, Monas dan Istana Negara. Hampir seluruh komponen masyarakat turun ke jalan saat itu.
Namun di saat yang bersamaan, SBY sedang lawatan ke luar negeri, tepatnya China, Hongkong, dan Korea Selatan.
Kemudian, pada 25 Maret 2013, berembus kencang akan ada demo kudeta SBY. Titik utama massa berkumpul ada di depan Istana Negara.
Demo yang dilakukan oleh Majelis Kedaulatan Rakyat Indonesia (MKRI) di bawah Ketua Presidium Ratna Sarumpaet menuntut SBY turun dengan bertujuan ingin membentuk pemerintahan transisi.
Namun lagi-lagi SBY tidak akan berada di Istana Negara. SBY langsung bertolak menuju Bali melalui Bandara Halim Perdanakusuma, Jakarta Timur. Rombongan kepresidenan dijadwalkan lepas landas sekitar pukul 14.30 WIB.
Sebelum bertolak ke Bali, SBY terlebih dahulu menerima kunjungan Presiden Liberia Ellen Johnson Sirleaf di Istana Merdeka.
Saat memberikan keterangan pers terkait sejumlah isu termasuk soal demo 4 November, SBY juga mengatakan saat dirinya menjadi Presiden setiap ada unjuk rasa selalu memerintahkan staf pribadinya untuk mendengar tuntutan pendemo.
Baca juga: Media Asing Menyebut Pendemo 4 November Sebagai Simpatisan ISIS
“Saya utus staf pribadi saya, apa tuntutannya agar bisa jadi pertimbangan menetapkan kebijakan. Saya buktikan 10 tahun. Ada unjuk rasa, pemerintahan kami tidak jatuh, ekonomi tetap tumbuh saya masih bisa bekerja,” pungkasnya. (Yayan – www.harianindo.com)