Jakarta – Pilpres 2019 memang masih lama. Namun, pemerintah kini sedang membahas revisi UU Penyelenggaraan Pemilu. Namun, syarat yang mengacu pada hasil pilpres sebelumnya pun ditentang beberpa pihak. Sebab, hal tersebut dinilai tidak relevan.
“Kalau konsep presidensial yang kita anut, presiden dan legislatif harusnya berdiri masing-masing. Jadi, tidak seperti pemilu untuk parlemen memengaruhi pencalonan di pilpres,” kata Deputi Direktur Perludem Khoirunissa pada Sabtu (8/10/2016).
Karena itu, Nissa mengungkapkan, sangat janggal jika pemerintah merevisi Undang-Undang (RUU) Pemilu yang mengharuskan pasangan calon diusulkan dari partai politik di parlemen yang berasal dari hasil pemilu sebelumnya.
“Lagipula sangat janggal hasil pemilu sebelumnya menjadi penentu,” katanya.
Sekadar informasi, berdasarkan RUU Pemilu tersebut, khususnya Pasal 190 membatasi partai baru atau partai yang tidak memiliki kursi di DPR untuk mengajukan pasangan calon presiden dan wakil presiden pada Pemilu Serentak 2019.
Pasal tersebut mengatur pencalonan diusulkan oleh parpol maupun gabungan parpol yang memiliki perolehan kursi 20 persen dari jumlah kursi di DPR atau 25 persen dari suara sah nasional pada pemilu sebelumnya yakni 2014.
Menurut Nissa, hal ini tidak sejalan dengan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) atas uji materi Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2014. Pada putusan MK tersebut, setiap parpol berhak mengusung pasangan calon presiden-wakil presiden pada Pemilu Serentak 2019. (Tita Yanuantari – www.harianindo.com)